Musnad
al-Kabir atau lebih dikenal sebagai Musnad Ahmad adalah salah satu dari sembilan kitab
hadits (Kutubut Tis'ah) yang dijadikan rujukan utama umat Islam kebanyakan,
terutama dari golongan Ahlus Sunnah. Kitab ini disusun oleh Imam Ahmad bin
Hanbal. Musnad ini terbagi menjadi beberapa musnad besar yang terdiri dari
beberapa musnad sahabat atau hadits sahabat. Musnad sahabat atau hadits sahabat
ini kemudian memuat beberapa hadits. Di antara kutubuttis'ah, kitab ini
merupakan kitab dengan jumlah hadits terbanyak.
PENOMORAN
Dalam
menyusun kitab Musnadnya, Imam Ahmad tidak memberikan nomor. Di kemudian hari
ditambahkan nomor pada Musnad Ahmad untuk memudahkan perujukan hadits, antara
lain sebagai berikut:
Penomoran
al-Alamiyah (26363)
Perujukan
hadits pada penomoran al-Alamiyah berdasarkan hadits yang serupa. Setiap hadits
yang serupa dihitung satu hadits.
Penomoran
Ihya at-Turats (27100)
Perujukan
hadits pada penomoran Ihya at-Turats berdasarkan sanad hadits. Setiap sanad
dihitung satu hadits. Penomoran ini banyak digunakan dalam penulisan kitab,
buku, dan artikel keislaman.
- Penulisan: HR
Ahmad (nomor hadits), maksudnya adalah hadits riwayat Imam Ahmad dalam
Musnadnya pada nomor yang disebutkan.
Penomoran
naskah al-Maimuniyah (6 jilid)
Perujukan
pada nomor halaman dari naskah al-Maimuniyah. Naskah ini terdiri dari 6 jilid.
Penomoran ini banyak digunakan dalam penulisan kitab keislaman, termasuk
kitab-kitab Syaikh al-Albani.
- Penulisan: HR
Ahmad (Jilid/halaman), maksudnya adalah hadits riwayat Imam Ahmad
dalam Musnadnya pada jilid dan halaman yang disebutkan.
Perbedaan
penomoran menjadikan perbedaan perhitungan jumlah hadits dalam Musnad Ahmad.
Menurut penomoran al-Alamiyah, terdapat 26363 hadits dalam Musnad Ahmad.
Sedangkan menurut penomoran Ihya, ada 27100 hadits. Perbedaan ini timbul karena
penomoran al-Alamiyah menghitung hadits yang serupa sebagai satu hadits;
sedangkan penomoran Ihya menghitung setiap sanad hadits sebagai satu hadits,
walaupun hadits tersebut serupa. Oleh karena itu, jumlah hadits menurut
penomoran Ihya menjadi lebih banyak daripada al-Alamiyah.
BIOGRAFI
IMAM AHMAD
Nama
lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal Asy Syaibani. Beliau
lahir di kota Baghdad pada bulan rabi'ul Awwal tahun 164 H (780 M), pada masa
Khalifah Muhammad al Mahdi dari Bani abbasiyyah ke III. Nasab beliau yaitu
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asas bin Idris bin Abdullah bin
Hajyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin
Dzahal Tsa'labah bin akabah bin Sha'ab bin Ali bin Bakar bin Muhammad bin Wail
bin Qasith bin Afshy bin Damy bin Jadlah bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar bin
Ma'ad bin Adnan. Jadi beliau serimpun dengan Nabi karena yang menurunkan Nabi
adalah Muzhar bin Nizar. Menurut sejarah beliau lebih dikenal dengan Ibnu
Hanbal (nisbah bagi kakeknya).
Dan
setelah mempunyai beberapa orang putera yang diantaranya bernama Abdullah,
beliau lebih sering dipanggil Abu Abdullah. Akan tetapi, berkenaan dengan
madzhabnya, maka kaum muslimin lebih menyebutnya sebagai madzhab Hanbali dan
sama sekali tidak menisbahkannya dengan kunyah tersebut.
Sejak
kecil, Imam Ahmad kendati dalam keadaan yatim dan miskin, namun berkat
bimbingan ibunya yang shalihah beliau mampu menjadi manusia yang teramat cinta
pada ilmu, kebaikan dan kebenaran. Dalam suasana serba kekurangan, tekad beliau
dalam menuntut ilmu tidak pernah berkurang. Bahkan sekalipun beliau sudah
menjadi imam, pekerjaan menuntut ilmu dan mendatangi guru-guru yang lebih alim
tidak pernah berhenti. Melihat hal tersebut, ada orang bertanya, sampai kapan
engkau berhenti dari mencari ilmu, padahal engkau sekarang sudah
mencapai kedudukan yang tinggi dan telah pula menjadi imam bagi kaum muslimin ?
Maka beliau menjawab, Beserta tinta sampai liang lahat.
Beliau
menuntut ilmu dari banyak guru yang terkenal dan ahli dibidangnya .Misalnya
dari kalangan ahli hadits adalah Yahya bin Sa'id al Qathan, Abdurrahman bin
Mahdi, Yazid bin Harun, Sufyan bin Uyainah dan Abu Dawud ath Thayalisi. Dari
kalangan ahli fiqih adalah Waki' bin Jarah, Muhammad bin Idris asy Syafi'i dan
Abu Yusuf (sahabat Abu Hanifah) dll. dalam ilmu hadist, Beliau mampu menghafal
sejuta hadits bersama sanad danhal ikhwal perawinya.
Meskipun
Imam Ahmad seorang yang kekurangan, namun beliau sangat memelihara kehormatan
dirinya. Bahkan dalam keadaan tersebut, beliau senantiasa berusaha menolong dan
tangannya selalu diatas. Beliau tisak pernah gusar hatinya untuk mendermakan
sesuatau yang dimiliki satu-satunya pada hari itu. Disamping itu, beliau terkenal
sebagai seorang yang zuhud dan wara'. Bersih hatinya dari segala macam pengaruh
kebendaan serta menyibukkan diri dengan dzikir dan membaca Al-Quran atau
menghabiskan seluruh usianya untuk membersihkan agama dan mengikisnya dari
kotoran-kotoran bid'ah dan pikiran pikiran yang sesat.
Salah
satu karya besar beliau adalah Al-Musnad yang memuat empat puluh ribu hadits.
Disamping beliau mengatakannya sebagai kumpulan hadits-hadits shahih dan layak
dijadikan hujah, karya tersebut juga mendapat pengakuan yang hebat dari para
ahli hadits. Selain al Musnad karya beliau yang lain adalah Tafir al Qur'an, An
Nasikh wa al Mansukh, Al Muqaddam wa Al Muakhar fi al Qur'an, Jawabat al
Qur'an, At Tarih, Al Manasik Al Kabir, Al Manasik Ash Shaghir, Tha'atu
Rasul, Al 'Ilal Al Wara' dan Ash Shalah.
Ujian
dan tantangan yang dihadapi Imam Ahmad adalah hempasan badai filsafat atau
paham paham Mu'tazilah yang merasuk dikalangan penguasa, tepatnya di masa al
Makmun dengan idenya atas kemakhlukkan al Qur'an. Sekalipun Imam Ahmad sadar
akan bahaya yang segera menimpanya, namun beliau tetap gigih mempertahankan
pendirian dan mematahkan hujjah kaum Mu'tazillah serta mengingatkan akan bahaya
filsafat terhadap kemurnian agama. Beliau berkaa tegas pada sultan bahwa al
Quran bukanlah makhluk, sehingga beliau diseret ke penjara. Beliau berada di
penjara selama tiga periode kekhalifahan yaitu al Makmun, al Mu'tashim dan
terakhir al Watsiq. Setelah al Watsiq tiada, diganti oleh al Mutawakkil yang
arif dan bijaksana dan Imam Ahmad pun dibebaskan.
Imam
Ahmad lama mendekam dalam penjara dan dikucilkan dari masyarakat , namun berkat
keteguhan dan kesabarannya selain mendapat penghargaan dari sultan juga
memperoleh keharuman atas namanya. Ajarannya makin banyak diikuti orang dan
madzhabnya tersebar di seputar Irak dan Syam. Tidak lama kemudian beliau
meninggal. karena rasaskit dan luka yang dibawanya dari penjara semakin parah
dan memburuk. Beliau wafat pada 12 Rabi'ul Awwal 241 H (855). Pada hari itu
tidak kurang dari 130.000 Muslimin yang hendak menshalatkannya dan 10.000 orang
Yahudi dan Nashrani masuk Islam, Menurut sejarah belum pernah terjadi jenazah
dishalatkan orang sebanyak itu kecuali Ibnu Taimiyyah dan Ahmad bin Hanbal.
Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat atas keduanya. Aamiin.