TENTANG ALQURAN

================================================================



AlQuran adalah kitab yang terdiri atas ayat-ayat dan surat-surat yang diturunkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang timbul. Proses turunnya alQuran secara bertahap juga sangat membantu manusia dalam memahami dan mengikuti kandungan petunjuk kitab suci tersebut.
Beradasarkan realitas sejarah, ayat-ayat alQuran ada yang turun dengan didahului oleh sebab tertentu yang melatarbelakanginya, dan ada pula yang turun tanpa didahului oleh sebab tertentu. Dan diantara ayat-ayat yang turun dengan didahului oleh sebab tertentu, ada yang sebabnya tergambar secara tegas dan gamblang dalam teks ayat itu, dan ada pula yang tidak dinyatakan secara jelas dalam ayat yang bersangkutan. Ayat al-Qur’an yang secara tegas menyatakan sebab turunnya, antara lain tampak dalam ayat yang memuat kata-kata يسئلونك (mereka bertanya kepadamu) atau يستفتونك (mereka meminta fatwa kepadamu). Sedangkan ayat yang tidak memuat secara tegas sebab turunnya dapat dilacak dan dipelajari melalui hadits-hadits Nabi Saw.
Oleh karena itu, salah satu hal penting dalam upaya memahami kandungan pesan al-Qur’an secara utuh adalah mempelajari dan mengetahui konteks latar belakang yang menjadi sebab turunnya al-Qur’an tersebut.
           Pengertian Asbab al-Nuzul
Sebelum dikemukakan pengertian “Asbab al-Nuzûl” secara utuh dalam pandangan ulama ‘Ulum al-Qur’an, maka perlu dikemukakan pengertian dari kedua kata yang merangkainya secara kebahasaan. Kata “Asbab” merupakan bentuk plural dari kata tunggal “sebab”, yang secara kebahasaan bermakna: “segala sesuatu yang dijadikan jalan yang dapat menghubungkan atau menyampaikan kepada sesuatu lainnya”. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah [2] ayat 166:
Artinya: “(yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 166)
Sedangkan kata “nuzul”, menurut bahasa setidaknya memilik dua pengertian, yaitu: (1) “Gerakan menurun dari suatu tempat yang tinggi ke tempat yang rendah” (al-inhidar aw al-inhithath min ‘uluwwin ila safalin), seperti ungkapan نزل فلان من الجبل, Si A turun dari atas gunung; dan (2) “Mendiami, menempati, atau mampir pada suatu tempat” (al-hulul), sebagaimana dalam ungkapan نزل فلان في المدينة, Si A tinggal di kota.
Dan sebelum diuraikan tentang pengertian “asbab al-Nuzul” lebih lanjut, maka perlu untuk diperhatikan bahwa istilah “sebab” di sini, tidak sama dengan istilah “sebab” yang dikenal dalam hukum sebab-akibat. Istilah “sebab” dalam hukum sebab-akibat mengandung pengertian keharusan adanya “sebab” untuk menimbulkan adanya “akibat”; dan suatu “akibat” tidak akan pernah terjadi tanpa ada “sebab” yang mendahului.
Dan bagi al-Qur’an, meski diantara ayatnya yang turun didahului oleh sebab tertentu, namun keberadaan sebab itu tidak mutlak adanya walaupun secara realita telah terjadi peristiwanya. Adanya sebab bagi turunnya al-Qur’an tak lain merupakan bentuk wujud nyata kebijaksanaan Allah SWT dalam memberikan petunjuk kepada hamba-Nya. Dengan adanya sebab yang mendahului, maka akan lebih tampak dan terasa kebenaran al-Qur’an selaku petunjuk yang sesuai dengan kebutuhan dan kesanggupan manusia.
Menurut Imam al-Zarkasyi sebab turunnya ayat al-Qur’an ada dua kemungkinan, yaitu: (a) adanya pertanyaan yang ditujukan kepada Nabi Saw; dan (b) adanya peristiwa tertentu yang bukan dalam bentuk pertanyaan.
Sedangkan dalam istilah ‘ulum al-Qur’an, ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama untuk memberikan batasan makna “Asbab al-Nuzul”. Diantaranya adalah:
(a)    Menurut ‘Abd al-‘Azim al-Zarqani:
هو ما نزلت الآية أو الآيات متحدثة عنه أو مبينة لحكمه أيام وقوعه
“Asbab al-Nuzul adalah sesuatu, yang satu ayat atau beberapa ayat turun dalam rangka berbicara tentangnya atau menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum yang terjadi pada waktu terjadinya peristiwa tersebut”.
(b)   Menurut Dr. Subhi al-Shaleh:
ما نزلت الأية أو الآيات بسببه متضمنة له أو مجيبة عنه أو مبينة لحكمه زمن وقوعه
“Asbab al-Nuzul ialah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat al-Qur’an yang terkadang memang mengandung peristiwa itu atau sebagai jawaban pertanyaan darinya atau sebagai penjelasan terhadap hukum-hukum yang terjadi pada saat terjadinya peristiwa tersebut”.
(c)    Menurut Manna’ Khalil al-Qaththan:
ما نزل قرآن بشأنه وقت وقوعه كحادثة أو سؤال
“Asbab al-Nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan turunnya al-Qur’an berkenaan dengannya pada waktu terjadinya, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi Saw”.
(d)   Adapun M. Quraish Shihab memperjelas pengertian “asbab nuzul al-Qur’an” dengan cara memilah peristiwanya. M. Quraish Shihab menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan “asbab nuzul al-Qur’an” adalah: (1) Peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat, di mana ayat tersebut menjelaskan pandangan al-Qur’an tentang peristiwa tadi atau mengomentarinya; (2) peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah turunnya suatu ayat, di mana peristiwa tersebut dicakup pengertiannya atau dijelaskan hukumnya oleh ayat tadi.
Meskipun berbagai definisi “asbab al-Nuzul” yang dikemukakan di atas tampak agak sedikit berbeda, namun secara substansial semuanya sepakat untuk menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan “asbab al-Nuzul” adalah suatu kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat. Dan ayat itu sendiri merupakan jawaban, penjelasan, dan penyelesaian dari pada permasalahan yang timbul dalam kejadian atau peristiwa tersebut.

“Asbab al-Nuzul” merupakan bahan-bahan sejarah yang mencakup peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa turunnya al-Qur’an (‘ashr al-Tanzil) yang dapat dipakai untuk memberikan keterangan-keterangan terhadap maksud dan pemahaman suatu ayat yang dilatarbelakanginya.

Bentuk-bentuk peristiwa yang melatarbelakangi turunnya al-Qur’an itu sangat beragam, diantaranya berupa: (a) konflik sosial, seperti ketegangan yang terjadi antara suku Aus dan Khazraj; (b) adanya suatu kesalahan fatal atau kesalahan pandangan yang membutuhkan arahan dan teguran, seperti kasus salah seorang sahabat yang mengimami sholat dalam keadaan mabuk; (c) adanya kasus pencemaran nama baik, seperti yang dituduhkan kepada salah seorang Umm al-Mukminin Siti ‘Aisyah ra; (d) adanya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Nabi Muhammad Saw, baik yang berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat, sedang, atau yang akan terjadi.