Nabi
Ibrahim a.s. (sekitar 2013 SM-?) merupakan nabi yang sangat penting dalam agama
Islam, dan juga agama lain seperti Kristian dan Yahudi. Beliau telah diberi
gelaran Khalil Ullah, atau Sahabat Allah. Selain itu beliau bersama anaknya
nabi Ismail a.s. terkenal sebagai pengasas Kaabah.
Sejarah
awal Nabi Ibrahim a.s.
Nabi
Ibrahim adalah putera Aaazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau’ bin Falij bin
Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S.. Ia dilahirkan di sebuah
tempat bernama “Faddam A’ram” dalam kerajaan “Babylon” yang pada waktu itu
diperintah oleh seorang raja zalim bernama “Namrud bin Kan’aan.” Sebelum itu
keadaan tempat kelahirannya berada dalam kucar-kacir. Ini adalah karena Raja
Namrud mendapat petanda bahwa seorang bayi akan dilahirkan disana dan bayi ini
akan membesar dan merampas takhtanya. Antara sifat insan yang akan menentangnya
ini ialah dia akan membawa agama yang mempercayai satu tuhan dan akan menjadi
pemusnah batu berhala. Insan ini juga akan menjadi penyebab Raja Namrud mati
dengan cara yang dahsyat. Oleh itu Raja Namrud telah mengarahkan semua bayi
yang dilahirkan di tempat ini dibunuh, manakala golongan lelaki dan wanita pula
telah dipisahkan selama setahun.
Walaupun
begitu dalam keadaan cemas ini, kehendak Allah tetap terjadi. Isteri Aazar
telah mengandung namun tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Pada suatu hari
dia terasa seperti telah tiba waktunya untuk melahirkan anak dan sadar
sekiranya diketahui Raja Namrud yang zalim pasti dia serta anaknya akan
dibunuh. Dalam ketakutan, ibu nabi Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan
anaknya di dalam sebuah gua yang berhampiran. Selepas itu, dia memasuki
batu-batu kecil dalam mulut bayinya itu dan meninggalkannya seorang diri.
Seminggu kemudian, dia bersama suaminya telah pulang ke gua tersebut dan
terkejut melihat nabi Ibrahim a.s masih hidup. Selama seminggu, bayi itu
menghisap celah jarinya yang mengandungi susu dan makanan lain yang berkhasiat.
Semasa berusia 15 bulan tubuh Nabi Ibrahim telah membesar dengan cepatnya
seperti kanak-kanak berusia dua tahun. Maka kedua ibu bapanya berani membawanya
pulang kerumah mereka.
Nabi
Ibrahim a.s mencari Tuhan yang sebenarnya
Pada masa
Nabi Ibrahim, kebanyakan rakyat di Mesopotamia beragama politeisme yaitu
menyembah lebih dari satu Tuhan. Dewa Bulan atau Sin merupakan salah satu
berhala yang paling penting. Bintang, bulan dan matahari menjadi objek utama
penyembahan dan karenanya, astronomi merupakan bidang yang sangat penting.
Sewaktu kecil lagi nabi Ibrahim a.s. sering melihat ayahnya membuat
patung-patung tersebut, lalu dia coba mencari kebenaran agama yang dianut oleh
keluarganya itu.
Dalam
al-Quran Surah al-Anaam (ayat 76-78) menceritakan tentang pencariannya dengan
kebenaran. Pada waktu malam yang gelap, beliau melihat sebuah bintang
(bersinar-sinar), lalu ia berkata: “Inikah Tuhanku?” Kemudian apabila bintang
itu terbenam, ia berkata pula: “Aku tidak suka kepada yang terbenam hilang”.
Kemudian apabila dilihatnya bulan terbit (menyinarkan cahayanya), dia berkata:
“Inikah Tuhanku?” Maka setelah bulan itu terbenam, berkatalah dia: “Demi
sesungguhnya, jika aku tidak diberikan petunjuk oleh Tuhanku, niscaya
menjadilah aku dari kaum yang sesat”. Kemudian apabila dia melihat matahari
sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah dia: “Inikah Tuhanku? Ini
lebih besar”. Setelah matahari terbenam, dia berkata pula: ` Wahai kaumku,
sesungguhnya aku berlepas diri (bersih) dari apa yang kamu sekutukan (Allah
dengannya). Inilah daya logik yang dianugerahkan kepada beliau dalam menolak
agama penyembahan langit yang dipercayai kaumnya serta menerima tuhan yang
sebenarnya.
Nabi
Ibrahim a.s. sewaktu remaja
Semasa
remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan
patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh
Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan
secara mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya kepada calon pembeli dengan
kata-kata:” Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini? “
Nabi
Ibrahim Ingin Melihat Bagaimana Makhluk Yang Sudah Mati Dihidupkan Kembali Oleh
Allah
Nabi
Ibrahim yang sudah berketetapan hati hendak memerangi syirik dan persembahan
berhala yang berlaku dalam masyarakat kaumnya ingin lebih dahulu mempertebalkan
iman dan keyakinannya, menenteramkan hatinya serta membersihkannya dari
keragu-raguan yang mungkin sekali mangganggu fikirannya dengan memohon kepada
Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali
makhluk-makhluk yang sudah mati.Berserulah ia kepada Allah: “Ya Tuhanku!
Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah
mati.” Allah menjawab seruannya dengan berfirman: Tidakkah engkau beriman dan
percaya kepada kekuasaan-Ku?.” Nabi Ibrahim menjawab:”Betul, wahai Tuhanku, aku
telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin
sekali melihat itu dengan mata kepala ku sendiri, agar aku mendapat
ketenteraman dan ketenangan dan hatiku dan agar makin menjadi tebal dan kukuh
keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu.”
Allah
memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat
ekor burung lalu setelah memperhatikan dan meneliti bahagian tubuh-tubuh burung
itu, memotongnya menjadi berkeping-keping mencampur-baurkan kemudian tubuh
burung yang sudah hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di atas puncak
setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan satu dari yang lain.
Setelah dikerjakan apa yang telah diisyaratkan oleh Allah itu, diperintahnyalah
Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak-koyak tubuhnya dan
terpisah jauh tiap-tiap bahagian tubuh burung dari bahagian yang lain.
Dengan
izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam
keadaan utuh bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan
Nabi Ibrahim kepadanya lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di
depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha
Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia
menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan demikian tercapailah apa
yang diinginkan oleh Nabi Ibrahim untuk mententeramkan hatinya dan
menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa
kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang
dapat menghalangi atau menentangnya dan hanya kata “Kun” yang difirmankan
Oleh-Nya maka terjadilah akan apa yang dikehendaki “Fayakun”.
Nabi
Ibrahim Berdakwah Kepada Ayah Kandungnya
Aazar,
ayah Nabi Ibrahim tidak terkecuali sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan
menyembah berhala bah ia adalah pedagang dari patung-patung yang dibuat dan
dipahatnya sendiri dan dari padanya orang membeli patung-patung yang dijadikan
persembahan. Nabi Ibrahim merasa bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan
sebelum berdakwah kepada orang lain ialah menyadarkan ayah kandungnya dulu
orang yang terdekat kepadanya bahwa kepercayaan dan persembahannya kepada
berhala-berhala itu adalah perbuatan yang sesat dan bodoh.Beliau merasakan
bahwa kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya memberi penerangan kepadanya agar
melepaskan kepercayaan yang sesat itu dan mengikutinya beriman kepada Allah
Yang Maha Kuasa.
Dengan
sikap yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap
orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia datang kepada ayahnya
menyampaikan bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahwa ia
telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya.
Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut gerangan apakah yang mendorongnya
untuk menyembah berhala seperti lain-lain kaumnya padahal ia mengetahui bahwa
berhala-berhala itu tidak berguna sedikit pun tidak dapat mendatangkan
keuntungan bagi penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan
pula kepada ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu adalah
semata-mata ajaran syaitan yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam
diturunkan ke bumi lagi. Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan
memikirkan nasihat dan ajakannya berpaling dari berhala-berhala dan kembali
menyembah kepada Allah yang menciptakan manusia dan semua makhluk yang
dihidupkan memberi mereka rezeki dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi
dengan segala isinya kepada manusia.
Aazar
menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya
Nabi Ibrahim yang ditanggapinya sebagai dosa dan hal yang kurang patut bahwa
puteranya telah berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan
mengajaknya untuk meninggalkan kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan
agama yang ia bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi
dinyatakannya dalam kata-kata yang kasar dan dalam maki namun seakan-akan tidak
ada hubungan diantara mereka. Ia berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada gusar:
“Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan persembahanku ? Dan
kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku
mengikutinya? Janganlah engkau membangkitkan amarahku dan coba mendurhakaiku.
Jika engkau tidak menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau
hentikan usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah
engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi bercampur denganmu didalam suatu rumah
di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan
batu dan mencelakakan engkau.”
Nabi
Ibrahim menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya dengan
sikap tenang, normal selaku anak terhadap ayah seraya berkata: “Wahai ayahku!
Semoga engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun bagimu dari Allah dan
akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah. Mudah-mudahan aku
tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku untukmu.” Lalu
keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih karena gagal
mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan kufur.
Nabi
Ibrahim Menghancurkan Berhala-berhala
Kegagalan
Nabi Ibrahim dalam usahanya menyadarkan ayahnya yang tersesat itu sangat
menusuk hatinya karena ia sebagai putera yang baik ingin sekali melihat ayahnya
berada dalam jalan yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik namun
ia sadar bahwa hidayah itu adalah di tangan Allah dan bagaimana pun ia ingin
dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendapat hidayah ,bila belum dikehendaki
oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya. Penolakan ayahnya terhadap
dakwahnya dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak sedikit pun mempengaruhi
ketetapan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan terus memberi
penerangan kepada kaumnya untuk menyapu bersih persembahan-persembahan yang
bathil dan kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan tauhid dan iman
kepada Allah dan Rasul-Nya
Nabi
Ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog
dan bermujadalah tentang kepercayaan yang mereka anut dan ajaran yang ia bawa.
Dan ternyata bahwa apabila mereka sudah tidak berdaya menolak dan menyanggah
alasan-alasan dan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tentang
kebenaran ajarannya dan kebatilan kepercayaan mereka maka dalil dan alasan yang
usanglah yang mereka kemukakan yaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa yang
bapa-bapa dan nenek moyang mereka lakukan sejak turun-temurun dan sesekali
mereka tidak akan melepaskan kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.
Nabi
Ibrahim pada akhirnya merasa tidak bermanfaat lagi untuk berdebat dan
bermujadalah dengan kaumnya yang keras kepala dan yang tidak mau menerima
keterangan dan bukti-bukti nyata yang dikemukakan oleh beliau dan selalu
berpegang pada satu-satunya alasan bahwa mereka tidak akan menyimpang daripada
cara persembahan nenek moyang mereka, walaupun telah Nabi Ibrahim menasihati
mereka berkali-kali bahwa mereka dan bapa-bapa mereka keliru dan tersesat
mengikuti jejak syaitan dan iblis. Nabi Ibrahim kemudian merancang akan
membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan yang nyata yang dapat mereka lihat
dengan mata kepala mereka sendiri bahwa berhala-berhala dan patung-patung
mereka betul-betul tidak berguna bagi mereka dan bahkan tidak dapat
menyelamatkan dirinya sendiri.
Adalah
sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babylon bahwa setiap
tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap
sebagai keramat. Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di suatu padang
terbuka, berkemah dengan membawa bekalan makanan dan minuman yang cukup. Mereka
bersuka ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota mereka kosong
dan sunyi. Mereka berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar meninggalkan
rumah dan turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu. Nabi Ibrahim
yang juga turut diajak turut serta berlagak berpura-pura sakit dan diizinkanlah
ia tinggal di rumah apalagi mereka merasa kuatir bahwa penyakit Nabi Ibrahim
yang dibuat-buat itu akan menular dan menjalar di kalangan mereka bila ia turut
serta.
“Inilah
dia kesempatan yang ku nantikan.” kata hati Nabi Ibrahim tatkala melihat kota
sudah kosong dari penduduknya, sunyi senyap tidak terdengar kecuali suara
burung-burung yang berkicau, suara daun-daun pohon yang gemerisik ditiup angin
kencang. Dengan membawa sebuah kapak ditangannya ia pergi menuju tempat
beribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan
hanya deretan patung-patung yang terlihat diserambi tempat peribadatan itu.
Sambil menunjuk kepada semahan bunga-bunga dan makanan yang berada di setiap
kaki patung berkata Nabi Ibrahim, mengejek:”Mengapa kamu tidak makan makanan
yang lezat yang disajikan bagi kamu ini? Jawablah aku dan berkata-katalah
kamu.” Kemudian disepak, ditamparlah patung-patung itu dan dihancurkannya
berpotong-potong dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang besar
ditinggalkannya utuh, tidak diganggu yang pada lehernya dikalungkanlah kapak
Nabi Ibrahim itu.
Terperanjat
dan terkejutlah para penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria di luar kota
dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur berantakan dan
menjadi potongan-potongan terserak-serak di atas lantai. Bertanyalah satu
kepada yang lain dengan nada heran dan takjub: “Gerangan siapakah yang telah
berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan
persembahan mereka ini?” Berkata salah seorang diantara mereka:”Ada kemungkinan
bahwa orang yang selalu mengolok-olok dan mengejek persembahan kami yang
bernama Ibrahim itulah yang melakukan perbuatan yang berani ini.” Seorang yang
lain menambah keterangan dengan berkata:”Bahkan dialah yang pasti berbuat,
karena ia adalah satu-satunya orang yang tinggal di kota sewaktu kami semua
berada di luar merayakan hari suci dan keramat itu.” Selidik punya selidik,
akhirnya terdapat kepastian yang tidak diragukan lagi bahwa Ibrahimlah yang
merusakkan dan memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota beramai-ramai
membicarakan kejadian yang dianggap suatu kejadian atau penghinaan yang tidak
dapat diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mereka. Suara marah,
jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut agar si pelaku
diminta bertanggungjawab dalam suatu pengadilan terbuka, di mana seluruh rakyat
penduduk kota dapat turut serta menyaksikannya.
Dan
memang itulah yang diharapkan oleh Nabi Ibrahim agar pengadilannya dilakukan
secara terbuka di mana semua warga masyarakat dapat turut menyaksikannya.
Karena dengan cara demikian beliau dapat secara terselubung berdakwah menyerang
kepercayaan mrk yang bathil dan sesat itu, seraya menerangkan kebenaran agama
dan kepercayaan yang ia bawa, kalau diantara yang hadir ada yang masih boleh
diharapkan terbuka hatinya bagi iman dari tauhid yang ia ajarkan dan dakwahkan.
Hari pengadilan ditentukan dan datang rakyat dari segala pelosok
berduyung-duyung mengujungi padang terbuka yang disediakan bagi sidang
pengadilan itu.
Ketika
Nabi Ibrahim datang menghadap Raja Namrud yang akan mengadili ia disambut oleh
para hadirin dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan sangat gusarnya
para penyembah berhala terhadap beliau yang telah berani menghancurkan
persembahan mereka. Ditanyalah Nabi Ibrahim oleh Raja Namrud:”Apakah engkau
yang melakukan penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?” Dengan tenang dan
sikap dingin, Nabi Ibrahim menjawab:”Patung besar yang berkalungkan kapak di
lehernya itulah yang melakukannya. Coba tanya saja kepada patung-patung itu
siapakah yang menghancurkannya.” Raja Namrud pun terdiam sejenak. Kemudian
beliau berkata:” Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu tidak dapat bercakap
dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?” Tibalah masanya yang
memang dinantikan oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai jawaban atas pertanyaan yang
terakhir itu beliau berpidato membentangkan kebathilan persembahan mereka, yang
mereka pertahankan mati-matian, semata-mata hanya karena adat itu adalah
warisan nenek-moyang. Berkata Nabi Ibrahim kepada Raja Namrud itu:”Jika
demikian halnya, mengapa kamu sembah patung-patung itu, yang tidak dapat
berkata, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar, tidak dapat membawa
manfaat atau menolak mudharat, bahkan tidak dapat menolong dirinya dari
kehancuran dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kamu dengan kepercayaan dan
persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu berfikir dengan akal yang sihat bahwa
persembahan kamu adalah perbuatan yang keliru yang hanya difahami oleh syaitan.
Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan yang menciptakan kamu, menciptakan alam
sekeliling kamu dan menguasakan kamu di atas bumi dengan segala isi dan
kekayaan. Alangkah hina dinanya kamu dengan persembahan kamu itu.”
Setelah
selesai Nabi Ibrahim menguraikan pidatonya itu, Raja Namrud mencetuskan
keputusan bahwa Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai hukuman atas perbuatannya
menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mereka, maka berserulah para hakim
kepada rakyat yang hadir menyaksikan pengadilan itu:”Bakarlah ia dan belalah
tuhan-tuhanmu, jika kamu benar-benar setia kepadanya.”
Nabi
Ibrahim Dibakar Hidup-hidup
Keputusan
mahkamah telah dijatuhkan. Nabi Ibrahim harus dihukum dengan membakar
hidup-hidup dalam api yang besar sebesar dosa yang telah dilakukan. Persiapan
bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat sedang
diaturkan. Tanah lapang bagi tempat pembakaran disediakan dan diadakan
pengumpulan kayu bakar dengan banyaknya dimana tiap penduduk secara
gotong-royong harus mengambil bahagian membawa kayu bakar sebanyak yang ia
dapat sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan mereka yang telah
dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.
Berduyun-duyunlah
para penduduk dari segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai sumbangan dan
tanda bakti kepada tuhan mereka. Di antara terdapat para wanita yang hamil dan
orang yang sakit yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan harapan memperoleh
barakah dari tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka atau
melindungi yang hamil di kala bersalin. Setelah terkumpul kayu bakar di
lapangan yang disediakan untuk upacara pembakaran dan tertumpuk serta tersusun
laksana sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang datang untuk menyaksikan
pelaksanaan hukuman atas diri Nabi Ibrahim. Kayu lalu dibakar dan terbentuklah
gunung berapi yang dahsyat yang sedang berterbangan di atasnya berjatuhan
terbakar oleh panasnya uap yang ditimbulkan oleh api yang menggunung itu.
Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim diangkat ke atas sebuah gedung
yang tinggi lalu dilemparkan ia kedalam tumpukan kayu yang menyala-nyala itu
dengan iringan firman Allah:”Hai api, menjadilah engkau dingin dan keselamatan
bagi Ibrahim.”
Sejak
keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang
menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakkal
karena iman dan keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba
pesuruhnya menjadi makanan api dan korban keganasan orang-orang kafir musuh
Allah. Dan memang demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam perut
bukit api yang dahsyat itu ia merasa dingin sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya
dan hanya tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar
hangus, sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak
sedikit pun tersentuh oleh api, hal mana merupakan suatu mukjizat yang
diberikan oleh Allah kepada hamba pilihannya, Nabi Ibrahim, agar dapat
melanjutkan penyampaian risalah yang ditugaskan kepadanya kepada hamba-hamba
Allah yang tersesat itu.
Orang
ramai tercengang dengan keajaiban ini dan mula mempersoalkan kepercayaan kepada
Raja Namrud. Malah anak perempuan Raja Namrud sendiri yaitu Puteri Razia mula
mempercayai agama yang dibawa oleh beliau. Lalu Puteri itupun mengaku di
hadapan khalayak ramai bahwa tuhan nabi Ibrahim a.s. adalah tuhan yang
sebenarnya. Ini telah menaikkan kemarahan beliau yang mengarahkan tentaranya
untuk membunuh puterinya itu. Puteri itupun menuju ke arah api yang besar itu
lalu berkata “Tuhan Nabi Ibrahim selamatkanlah aku”. Puteri Razia pun turut
terselamat daripada terbakar dan dalam api yang membara itu kedengaran dia mengucap
kalimah syahadah. Tindakan durhaka puterinya menjadikan Raja Namrud semakin
murka. Sebaik sahaja puteri Razia keluar daripada api tersebut beliau serta
tentaranya telah mengejarnya kedalam hutan. Ini memberi peluang kepada Nabi
Ibrahim serta adik tirinya Sarah, bapanya Azaar serta anak saudaranya Nabi Luth
a.s. untuk melarikan diri. Raja Namrud dan tentaranya puas mencari Puteri Razia
tetapi puteri itu telah hilang. Selepas sekian lama, merekapun pulang dan
mendapati bahwa Nabi Ibrahim turut terlepas. Setelah peristiwa ini, Raja Namrud
kian gelisah karena rakyatnya mula hilang kepercayaan dengan kekuasaannya. Oleh
itu, beliau berazam pula untuk membunuh Tuhan nabi Ibrahim.
Mukjizat
yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan
kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebagian
penduduk terhadap persembahan dan patung-patung mereka dan membuka mata hati
banyak daripada mereka untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan
dakwahnya, bahkan tidak kurang daripada mereka yang ingin menyatakan imannya
kepada Nabi Ibrahim, namun kuatir akan mendapat kesukaran dalam penghidupannya
akibat kemarahan dan balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin
akan menjadi hilang akal bila merasakan bahwa pengaruhnya telah beralih ke
pihak Nabi Ibrahim.
Agama
Nabi Ibrahim
Sebelum
kedatangan Islam dengan membawa Al-Quran, kaum Yahudi dan Kristian sering
bertengkar mengenai status agama Nabi Ibrahim a.s. yang sebenarnya.Namun begitu
turunnya ayat Allah untuk menerangkan perihal agama Nabi Ibrahim serta pegangan
Akidah Tauhidnya:
Firman
Allah SWT yang bermaksud:
* “Wahai
Ahli Kitab!(Yahudi dan Kristian) Mengapa kamu berani mempertengkarkan
tentang(agama)Nabi Ibrahim,padahal Taurat(Torah) dan Injil (Gospel) tidak
diturunkan melainkan kemudian(lewat)daripada (zaman)Ibrahim;patutkah(kamu
menyangkal sehingga)kamu tidak mau menggunakan akal?”
*
“Ingatlah!Kamu ini orang-orang(bodoh),kamu telah memajukan bantahan tentang
perkara yang kamu ada pengetahuan mengenainya(yang diterangkan perihalnya dalam
Kitab Taurat),maka mengapa kamu membuat bantahan tentang perkara yang tidak ada
pada kamu sedikit pengetahuan pun bersabit dengan nya? Dan (ingatlah),Allah
mengetahui(hakikat yang sebenarnya)sedang kamu tidak mengetahuinya.”
*
“Bukanlah Nabi Ibrahim itu seorang pemeluk agama Yahudi,dan bukanlah ia seorang
pemeluk agama Kristian,tetapi ia seorang yang tetap di atas dasar tauhid
sebagai seorang Muslim (Hanif)(yang mendengar dan patuh/taat serta berserah
bulat-bulat kepada Allah),dan ia pula bukanlah dari orang-orang
musyrik(golongan yang menyekutukan Allah).”
*
“Sesungguhnya orang-orang yang hampir sekali kepada Nabi Ibrahim (dan berhak
mewarisi agamanya)ialah orang-orang yang mengikutinya dan juga
Nabi(Muhammad)ini serta orang-orang yang beriman(umatya umat Islam).Dan
(ingatlah),Allah ialah Pelindung dan Penolong sekalian orang yang beriman.”
Surah
Ali-Imran (ayat 65-68) Al-Quran.