Lahir
|
673 H
|
Meninggal
|
748 H, di Damaskus, Syiria
|
Era
|
Era Pertengahan
|
Dipengaruhi
·
Ahmad
ibn Hanbal, Yusuf al-Mizzi
|
|
Mempengaruhi
|
Abu Abdillah Muhammad
bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdullah adz-Dzahabi al-Fariqi, yang lebih dikenal sebagai Al-Imam
Adz-Dzahabi atau Al-Dhahabi, adalah seorang Ulama Sunni.
Beliau berasal dari Maula Bani Tamim.
KEHIDUPANNYA
Beliau dilahirkan pada
tahun 673 H di Mayyafariqin Diyar Bakr. Ia dikenal dengan kekuatan hafalan,
kecerdasan, kewara’an, kezuhudan, kelurusan aqidah dan kefasihan lisannya.
Beliau wafat pada malam Senin, 3 Dzulqa’dah 748 H, di Damaskus, Syiria dan
dimakamkan di pekuburan Bab ash-Shaghir.
GURU GURUNYA
Beliau menuntut ilmu
sejak usia dini dan ketika berusia 18 tahun menekankan perhatian pada dua
bidang ilmu: Ilmu-ilmu al-Qur’an dan Hadits Nabawi. Beliau menempuh perjalanan
yang jauh dalam mencari ilmu ke Syam, Mesir, dan Hijaz (Mekkah dan Madinah).
Beliau mengambil ilmu dari para ulama di negeri-negeri tersebut. Diantara para
ulama yang menjadi guru-guru beliau adalah:
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Yang beliau letakkan
namannya paling awal di deretan guru-guru yang memberikan ijazah pada beliau
dalam kitabnya, Mu’jam asy-Syuyukh. Beliau begitu mengagumi Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dengan mengatakan, “Dia lebih agung jika aku yang menyifatinya.
Seandainya aku bersumpah di antara rukun dan maqam maka sungguh aku akan
bersumpah bahwa mataku belum pernah melihat yang semisalnya. Tidak…-Demi Allah-
bahkan dia sendiri belum pernah melihat yang semisalnya dalam hal keilmuan.”
(Raddul Wafir , hal. 35)
- Al-Hafizh Jamaluddin Yusuf bin Abdurman al-Mizzi
Yang dikatakan oleh
beliau, “Dia adalah sandaran kami jika kami menemui masalah-masalah yang
musykil.” (ad-Durar al-Kaminah,V:235)
- Al-Hafizh Alamuddin Abdul Qasim bin Muhammad al-Birzali
Yang menyemangati beliau
dalam belajar ilmu hadits, beliau mengatakan tentangnya: “Dialah yang
menjadikanku mencintai ilmu hadits.” (ad-Durar al-Kaminah, III:323)
Ketiga ulama diatas
adalah yang banyak memberikan pengaruh terhadap kepribadian beliau. Adapun
guru-guru beliau yang lainnya adalah Umar bin Qawwas, Ahmad bin Hibatullah bin
Asakir, Yusuf bin Ahmad al-Ghasuli, Abdul Khaliq bin Ulwan, Zainab bintu Umar
bin Kindi, al-Abuqi, Isa bin Abdul Mun’im bin Syihab, Ibnu Daqiqil ‘Id, Abu
Muhammad ad-Dimyathi, Abul abbas azh-Zhahiri, ali bin Ahmad al-Gharrafi, Yahya
bin ahmad ash-Shawwaf, at-Tauzari, masih banyak lagi yang lainnya.
Al-Imam adz-Dzahabi
memiliki Mu’jam asy-Syuyukh (Daftar Guru-Guru) beliau yang jumlahnya mencapai
3000-an orang (adz-Dzahabi wa Manhajuhu fi Kitabihi, Tarikhil Islam)
MURID MURIDNYA
Di antara murid beliau
adalah: Tajuddin as-Subki, Muhammad bin Ali al-Husaini, al-Hafizh Ibnu katsir,
al-Hafizh Ibnu Rajab, dan masih banyak lagi selain mereka.
PERKATAAN PARA ULAMA
TENTANG BELIAU
Al-Imam Ibnu Nashruddin
ad-Dimasyqi berkata, “Beliau adalah Ayat (tanda kebesaran Allah-red) dalam ilmu
rijal, sandaran dalam jarh wa ta’dil (ilmu kritik hadits-red) lantaran
mengetahui cabang dan pokoknya, imam dalam qiraat, faqih dalam pemikiran,
sangat paham dengan madzhab-madzhab para imam dan para pemilik pemikiran, penyebar
sunnah dan madzhab salaf di kalangan generasi yang datang belakangan.” (Raddul
Wafir, hal. 13) Ibnu Katsir berkata, “Beliau adalah Syaikh al-Hafizh al-kabir,
Pakar Tarikh Islam, Syaikhul muhadditsin ……beliau adalah penutup syuyukh hadits
dan huffazhnya.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, XIV:225)
Tajuddin as-Subki
berkata, “Beliau adalah syaikh Jarh wa Ta’dil, pakar Rijal, seakan-akan umat
ini dikumpulkan di satu tempat kemudian beliau melihat dan mengungkapkan seja
mereka.” (Thabaqah Syafi’iyyah Kubra, IX:101)
an-Nabilisi berkata,
“Beliau pakar zamannya dalam hal perawi dan keadaaan-keadaan mereka, tajam
pemahamannya, cerdas, dan ketenarannya sudah mencukupi dari pada menyebutkan
sifat-sifat nya.” (ad-Durar al-Kaminah, III:427)
Ash-Shafadi berkata,
“Beliau seorang hafizh yang tidak tertandingi, penceramah yang tidak tersaingi,
mumpuni dalam hadits dan rijalnya, memiliki pengetahuan yang sempurna tentang
‘illah dan keadaan-keadaannya, memiliki pengetahuan yang sempurna tentang
biografi manusia. Menghilangkan ketidakjelasan dan kekaburan dalam seja
manusia. Beliau memiliki akal yang cerdas, benarlah nisbahnya kepada dzahab
(emas). Beliau mengumpulkan banyak bidang ilmu, memberi manfaat yang banyak
kepada manusia, banyak memiliki karya ilmiah, lebih mengutamakan hal yang
ringkas dalam tulisannya dan tidak berpanjang lebar. Aku telah bertemu dan
berguru kepadanya, dan membaca banyak dari tulisan-tulisannya di bawah
bimbingannya. Aku tidak menjumpai padanya kejumudan, bahkan dia adalah faqih
dalam pandangannya, memiliki banyak pengetahuan tentang perkataan-perkataan
ulama, madzhab-madzahab para imam salaf dan para pemilik pemikiran.” (al-Wafi
bil Wafayat, II:163)
DIANTARA PERKATAAN
PERKATAAN BELIAU
Al-Imam adz-Dzahabi
berkata, “Tidak sedikit orang yang memusatkan perhatiannya pada ilmu kalam
melainkan ijtihadnya akan membawanya kepada perkataan yang menyelisihi Sunnah.
Karena itulah ulama salaf mencela setiap yang belajar ilmu-ilmu para umat
sebelum Islam. Ilmu kalam turunan dari ilmu para filosof atheis. Barangsiapa yang
sengaja ingin menggabungkan ilmu para nabi dengan ilmu para ahli filsafat
dengan mengandalkan kecerdasannya maka pasti dia akan menyelisihi para nabi dan
para ahli filsafat. Dan barangsiapa yang berjalan di belakang apa yang dibawa
oleh para rasul …..maka sungguh dia telah menempuh jalan salaf dan
menyelamatkan agma dan keyakinannya.” (Mizanul I’tidal, III:144)
Beliau menukil perkataan
ma’mar, “Dahulu dikatakan bahwa seseorang menuntut ilmu untuk selain Allah maka
ilmu itu enggan hingga semata-mata untuk Allah.” Kemudian beliau mengomentari
perkataan ma’mar tersebut dengan mengatakan, “Ya, dia awalnya menuntut ilmu
atas dorongan kecintaan kepada ilmu, agar menghilangkan kejahilannya, agar
mendapat pekerjaan, dan yang semacamnya. Dia belum tahu tentang wajibnya ikhlas
dalam menuntutnya dan kebenaran niat di dalamnya. Maka jika sudah
mengetahuinya, dia hisab dirinya dan takut terhadap akibat buruk dari niatnya
yang keliru, maka datanglah kepada niat yang shahih semuanya atau sebagiannya.
Kadang dia bertaubat dari niatnya yang keliru dan menyesal. Tanda atas hal itu
ialah bahwasanya dia mengurangi dari klaim-klaim, perdebatan, dan perasaan
memiliki ilmu yang banyak, dan dia hinakan dirinya. Adapun jika dia merasa
banyak ilmunya atau mengatakan “saya lebih berilmu dari pada Fulan; maka
sungguh celakalah dia.” (Siyar A’lamin Nubala’ , VII:17)
Beliau berkata, “Yang
dibutuhkan oleh seorang hafizh adalah hendaknya bertakwa, cerdas, mahir Nahwu,
mahir ilmu bahasa, memiliki rasa malu dan bermanhaj salaf.” (Siyar, XIII:380)
Beliau berkata, “Ahli
hadits sekarang hendaknya memperhatikan kutubs sittah, musnad Ahamd dan Sunan
Baihaqi. Dan hendaknya teliti terhadap matan-matan dan sanad-sanadnya, kemudian
tidak mengambil manfa’at dari hal itu hingga dia bertakwa kepada Rabbnya dan
menjadikan hadits sebagai dasar agama. Kemudian ilmu bukanlah dengan banyak
riwayat, tetapi dia adalah cahaya yang Allah pancarkan ke dalam hati dan
syaratnya adalah ittiba’ (mengikuti nabi Shallallahu alaihi wassalam-red) dan
menjauhkan diri dari hawa nafsu dan kebid’ahan.” (Siyar, XIII:323)
Beliau berkata,
“Kebanyakan ulama pada zaman ini terpaku dengan taqlid dalam hal furu’, tidak
mau mengembangkan ijtihad, tenggelam dalam logika-logika umat terdahulu dan
pemikiran ahli filsafat. Dengan demikian, bencana pun meluas, hawa nafsu
menjadi hukum dan tanda-tanda tercabutnya ilmu semakin nampak. Semoga Allah
memati seseorang yang mau memperhatikan kondisi dirinya, menjaga ucapannya,
selalu membaca al-Qur’an, menangis atas kejadian zaman, memperhatikan kitab
ash-Shahihain dan beribadah kepada Allah sebelum ajal datang secara tiba-tiba.”
(Tadzki al-Huffazh, II:530)
KARYA KARYANYA
Beliau memiliki sekitar
100 karya tulis, di antara karya-karya tulis itu adalah:
- al-‘Uluww lil ‘Aliyyil Ghaffar
- Taariikhul Islam
- Siyar A’laamin Nubalaa’
- Mukhtashar Tahdziibil Kamaal
- Miizaanul I’tidaal Fii Naqdir Rijaal
- Thabaqatul Huffazh
- Al-Kaasyif Fii Man Lahu Riwaayah Fil Kutubis Sittah
- Mukhtashar Sunan al-Baihaqi
- Halaqatul Badr Fii ‘Adadi Ahli Badr
- Thabaqatul Qurra’
- Naba’u Dajjal
- Tahdzibut Tahdzib
- Tanqiih Ahaadiitsit Ta’liiq
- Muqtana Fii al-Kuna
- Al-Mughni Fii adh-Dhu’afaa’
- Al-‘Ibar Fii Khabari Man Ghabar
- Talkhish al-Mustadrak
- Ikhtishar Taarikhil Kathib
- Al-Kabaair
- Tahriimul Adbar
- Tauqif Ahli Taufiq Fi Manaaqibi ash-Shiddiq
- Ni’mas Smar Fi Manaaqib ‘Umar
- At-Tibyaan Fi Manaaqib ‘Utsman
- Fathul Mathalib Fii Akhbaar Ali bin Abi Thalib
- Ma Ba’dal Maut
- Ikhtishar Kitaabil Qadar Lil Baihaqi
- Nafdhul Ja’bah Fi Akhbaari Syu’bah
- Ikhtishar Kitab al-Jihad, ‘Asakir
- Mukhtashar athraafil Mizzi
- At-Tajriid Fii Asmaa’ ish Shahaabah
- Mukhtashar Tariikh Naisabuur, al-Hakim
- Mukthashar al-Muhalla dan Tartiil Maudhuu’at, Ibn
al-Jauzi