Nabi
Ya’akub a.s. ialah salah seorang 25 orang Rasul untuk memimpin umat manusia ke
jalan yang benar.
Nabi Ya’akub adalah putera dari Nabi
Ishaq bin Ibrahim sedang ibunya adalah anak saudara dari Nabi Ibrahim, bernama
Rifqah binti A’zar. Ishaq mempunyai anak kembar, satu Ya’akub dan satu lagi
bernama Ishu. Antara kedua saudara kembar ini tidak terdapat suasana rukun dan
damai serta tidak ada menaruh kasih-sayang satu terhadap yang lain bahkan Ishu
mendendam dengki dan iri hati terhadap Ya’qub saudara kembarnya yang memang
dimanjakan dan lebih disayangi serta dicintai oleh ibunya. Hubungan mereka yang
renggang dan tidak akrab itu makin buruk dan tegang setelah diketahui oleh Ishu
bahwa Ya’qublah yang diajukan oleh ibunya ketika ayahnya minta kedatangan
anak-anaknya untuk diberkahi dan didoakan, sedangkan dia tidak diberitahu dan
karenanya tidak mendapat kesempatan seperti Ya’qub memperoleh berkah dan doa
ayahnya, Nabi Ishaq.
Melihat sikap saudaranya yang bersikap
kaku dan dingin dan mendengar kata-kata sindirannya yang timbul dari rasa
dengki dan iri hati, bahkan ia selalu diancam. Maka, datanglah Ya’qub kepada
ayahnya mengadukan sikap permusuhan itu. Ya’akub berkata mengeluh : ” Wahai
ayahku! Tolonglah berikan fikiran kepadaku, bagaimana harus aku menghadapi
saudaraku Ishu yang membenciku mendendam dengki kepadaku dan selalu menyindirku
dengan kata-kata yang menyakitkan hatiku, sehingga menjadi hubungan
persaudaraan kami berdua renggang dan tegang, tidak ada saling cinta mencintai
dan saling sayang-menyayangi. Dia marah karena ayah memberkati dan mendoakan
aku agar aku memperoleh keturunan soleh, rezeki yang mudah dan kehidupan yang
makmur serta kemewahan . Dia menyombongkan diri dengan kedua orang isterinya
dari suku Kan’aan dan mengancam bahwa anak-anaknya dari kedua isteri itu akan
menjadi saingan berat bagi anak-anakku kelak didalam pencarian dan penghidupan
dan macam-macam ancaman lain yang mencemaskan dan menyesakkan hatiku. Tolonglah
ayah berikan aku fikiran bagaimana aku dapat mengatasi masalah ini serta
mengatasinya dengan cara kekeluargaan.
Berkata Nabi Ishaq yang memang sudah
merasa kesal hati melihat hubungan kedua puteranya yang makin hari makin
meruncing:” Wahai anakku, karena umurku yang sudah lanjut aku tidak dapat
menengahi kamu berdua. Ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku, badanku sudah
membongkok, raut mukaku sudah berkerut dan aku sudah berada di ambang pintu
perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yang fana ini. Aku kuatir bila aku
sudah menutup usia, gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin meningkat dan
ia secara terbuka akan memusuhimu, berusaha mencari kecelakaan mu dan
kebinasaanmu. Ia dalam usahanya memusuhimu akan mendapat sokongan dan
pertolongan dan saudara-saudara iparnya yang berpengaruh dan berwibawa di
negeri ini. Maka jalan yang terbaik bagimu, menurut fikiranku, engkau harus
pergi meninggalkan negeri ini dan berhijrah engkau ke Fadan A’raam di daerah
Iraq, di mana bapa saudaramu yaitu saudara ibumu, Laban bin Batu;il. Engkau
dapat mengharap dikawinkan kepada salah seorang puterinya. Oleh yang demikian ,
menjadi kuatlah kedudukan sosialmu, agar disegani dan dihormati orang karena
kedudukan mertuamu yang menonjol di mata masyarkat. Pergilah engkau ke sana
dengan iringan doa daripadaku. Semoga Allah memberkati perjalananmu, memberi
rezeki murah dan mudah serta kehidupan yang tenang dan tenteram.
Nasihat dan anjuran si ayah mendapat
tempat dalam hati Ya’akub. Melihat dalam anjuran ayahnya jalan keluar yang
dikehendaki dari krisis hubungan persaudaraan antaranya dan Ishu, dengan
mengikuti saranan itu, dia akan dapat bertemu dengan bapa saudaranya dan
anggota-anggota keluarganya dari pihak ibunya . Ya’akub segera berkemas-kemas
dan membungkus barang-barang yang diperlukan dalam perjalanan dan dengan hati
yang terharu serta air mata yang tergenang di matanya ia meminta kepada ayahnya
dan ibunya ketika akan meninggalkan rumah.
Nabi
Ya’qub Tiba di Iraq
Dengan melalui jalan pasir dan Sahara
yang luas dengan panas mataharinya yang terik dan angin samumnya {panas} yang
membakar kulit, Ya’qub meneruskan perjalanan seorang diri, menuju ke Fadan A’ram
dimana bapa saudaranya Laban tinggal. Dalam perjalanan yang jauh itu , ia
sesekali berhenti beristirahat bila merasa letih dan lesu .Dan dalam salah satu
tempat perhentiannya ia berhenti karena sudah sangat letih, lalu tertidurlah
Ya’akub dibawah teduhan sebuah batu karang yang besar .Dalam tidurnya yang
nyenyak, ia mendapat mimpi bahwa ia dikaruniakan rezeki yang luas, penghidupan
yang aman damai, keluarga dan anak cucu yang soleh dan bakti serta kerajaan
yang besar dan makmur. Terbangunlah Ya’akub dari tidurnya, mengusapkan matanya
menoleh ke kanan dan ke kiri dan sadarlah ia bahwa apa yang dilihatnya hanyalah
sebuah mimpi namun ia percaya bahwa mimpinya itu akan menjadi kenyataan di
kemudian hari sesuia dengan doa ayahnya yang masih tetap mendengung di
telinganya. Dengan diperoleh mimpi itu ,ia merasa segala letih yang ditimbulkan
oleh perjalanannya menjadi hilang seolah-olah ia memperoleh tenaga baru dan
bertambahlah semangatnya untuk secepat mungkin tiba di tempat yang dituju dan
menemui sanak-saudaranya dari pihak ibunya.
Tiba pada akhirnya, Ya’akub di depan
pintu gerbang kota Fadan A’ram. Setelah berhari-hari siang dan malam menempuh
perjalanan yang membosankan tiada yang dilihat selain dari langit di atas dan
pasir di bawah. Alangkah lega hatinya ketika ia mulai melihat binatang-binatang
peliharaan berkeliaran di atas ladang-ladang rumput ,burung-burung berterbangan
di udara yang cerah dan para penduduk kota berhilir mondar mandir mencari
nafkah dan keperluan hidup masing-masing.
Sesampainya di salah satu persimpangan
jalan, dia berhenti sebentar bertanya salah seorang penduduk di mana letaknya
rumah saudara ibunya Laban barada. Laban seorang kaya-raya yang kenamaan
pemilik dari suatu perusahaan perternakan yang terbesar di kota itu tidak sukar
bagi seseorang untuk menemukan alamatnya. Penduduk yang ditanyanya itu segera
menunjuk ke arah seorang gadis cantik yang sedang menggembala kambing seraya
berkata kepada Ya’akub:”Kebetulan sekali, itulah dia anak perempuan Laban,
Rahil, yang akan dapat membawa kamu ke rumah ayahnya”.
Dengan hati yang berdebar, pergilah
Ya’akub menghampiri seorang gadis ayu dan cantik itu, lalu dengan suara yang
terputus-putus seakan-akan ada sesuatu yang mengikat lidahnya ,Ya’akub
mengenalkan diri, bahwa ia adalah saudara sepupunya sendiri. Rifqah ibunya,
saudara kandung dari ayah si gadis itu, Laban. Diterangkan lagi kepada Rahil,
tujuannya datang ke Fadam A’raam dari Kan’aan. Mendengar kata-kata Ya’akub yang
bertujuan hendak menemui ayahnya, Laban, dan untuk menyampaikan pesanan(Ishaq).
Maka, dengan senang hati, sikap yang ramah, muka yang manis , Rahil (anak gadis
Laban) mempersilakan Ya’akub mengikutinya balik ke rumah untuk menemui ayahnya
,Laban, iaitu bapa saudara Ya’akub.
Setelah berjumpa, lalu berpeluk-pelukanlah
dengan mesranya Laban dengan Ya’akub, tanda kegembiraan masing-masing.
Pertemuan yang tidak disangka-sangka itu dan mencetuskan airmata bagi kedua-dua
mereka, mengalirlah air mata oleh rasa terharu dan sukacita. Laban bin Batu’il,
menyediakan tempat dan bilik khas untuk anak saudaranya itu, Ya’akub, yang
tiada bedanya dengan tempat-tempat anak kandungnya sendiri, dengan senang
hatilah Ya’akub tinggal dirumah Laban seperti rumah sendiri.
Setelah selang beberapa waktu tinggal
di rumah Laban , Ya’akub menyampaikan pesanan ayahnya (Ishaq), agar Ishaq dan
Laban menjadi besan, dengan mengawinkannya kepada salah seorang dari
puteri-puterinya. Pesanan tersebut di terima oleh Laban, dia bersetuju akan
mengawinkan Ya’akub dengan salah seorang puterinya. Sebagai mas kahwin, Ya’akub
harus memberikan tenaga kerjanya di dalam perusahaan penternakan bakal
mentuanya selama tujuh tahun. Ya’akub setuju dengan syarat-syarat yang
dikemukakan oleh Laban. Bekerjalah Ya’akub sebagai seorang pengurus perusahaan
penternakan terbesar di kota Fadan A’raam itu.
Tujuh tahun telah dilalui oleh Ya’qub
sebagai pekerja dalam perusahaan penternakan Laban. Ya’akub menagih janji bapa
saudaranya, untuk dijadikan sebagai anak menantunya. Laban menawarkan kepada
Ya’akub, agar menyunting puterinya yang bernama Laiya sebagai isteri. Ya’akub
berhendakkan Rahil adik Laiya, karena Rahil lebih cantik dan lebih ayu dari
Laiya. Ya’akub menyatakan hasrat untuk berkawin dengan Rahil, bukan Laiya.
Laban mengerti keinginan Ya’akub, namun hasrat itu ditolak karena mengikut adat
mereka, kakak harus dikahwinkan dahulu dari adiknya. Laban yang tidak mahu
kecewakan hati Ya’akub, lalu menyuarakan pendapat, agar menerima Laiya sebagai
isteri pertama. Bagi mengawini Rahil, syarat yang sama juga diberi kepada
Ya’akub, sebelum Ya’akub dapat memiliki Rahil.
Ya’akub yang sangat hormat kepada
bapak saudaranya dan merasa berhutang budi kepadanya yang telah menerimanya di
rumah sebagai keluarga sendiri. Malah, Laban melayaninya dengan baik dan menganggapnya
seperti anak kandungnya sendiri. Lalu, Ya’akub tidak dapat berbuat apa-apa
selain menerima cadangan bapak saudaranya itu . Perkawinan dengan Laiya
dilaksanakan, dan perjanjian untuk mengawini Rahil ditandatangani.
Begitu masa tujuh tahun kedua berakhir
dikawinkanlah Ya’qub dengan Rahil gadis yang sangat dicintainya dan selalu
dikenang sejak pertemuan pertamanya tatkala ia masuk kota Fadan A’raam. Dengan
demikian Nabi Ya’qub beristerikan dua wanita bersaudara, kakak dan adik, hal
mana menurut syariat dan peraturan yang berlaku pada waktu tidak terlarang.
Akan tetapi, syariat ini diharamkan oleh Muhammad S.A.W.
Laban memberi hadiah seorang hamba
sahaya untuk menjadi pembantu rumahtangga kepada setiap satu anak perempuannya,
Laiya dan Rahil. Dan dari kedua isterinya serta kedua hamba sahayanya itu
Ya’qub dikaruniai dua belas anak, di antaraya Yusuf dan Binyamin dari ibu
Rahil.
Anak-anak
Nabi Ya’qub
Berdasarkan
maklumat yang diperolehi dari pakar sejarawan,Ulama Islam,catatan Ibnu Hisyam,
kitabSirah Ibnu Ishaq, para pendeta Kristian dan Yahudi. Apa yang dapat
disimpulkan disini,Nabi Ya’qub telah dianugerahkan oleh Allah sebanyak 12 orang
anak lelaki dan seorang anak perempuan, mereka adalah penama-penama seperti
berikut:
1.
Ruben(anak sulong Nabi Ya’qub)(juga disebut RU’BEM,REUVEN dan RAOBIN dalam
beberapa versi Kristian Bible).
2. Simon
(atau SYAHMUN dalam kebanyakan frasa sebutan bahasa Aram, Ibrani dan
Arab).(Mempunyai anak lelaki yang bernama Thalut @ Saul, dimana kisah Thalut
ada disebutkan dalam Al-Quran).
3. Levi 1
@ Lewi 1 bapa kepada Matthat(keturunan nenek moyang Nabi Isa).
4.
Yahudza (bapa kepada Bares)(keturunan nenek moyang Nabi Daud,Nabi Sulaiman dan
kebawah).Perkataan Yahudi juga diambil daripada namanya.
5.
Natthali (Naftalv)
6. Gad
(Yad)
7.Asyer
(Asvir)
8.Isakhar
(Yassakir)
9.
Zebulon (Zabanun)
10.Yusuf(Nabi
Yusuf a.s.)
11.Bunyamen
@ Benjamen (merupakan moyang kepada Nabi Yunus a.s.)
12.
Dinah(anak perempuan tunggal Nabi Ya’qub)
Kisah Nabi Ya'qub Di Dalam Al-Quran
Kisah Nabi Ya'qub tidak terdapat dalam Al-Quran secara tersendiri, namun disebut-sebut nama Ya'qub dalam hubungannya dengan Ibrahim, Yusuf dan lain-lain nabi. Bahn kisah ini adalah bersumberkan dari kitab-kitab tafsir dan buku-buku sejarah.
Contoh
Surat 002. Al Baqarah ayat 133 – 134
133. Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan
(tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu
sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu
dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha
Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".
134. itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah
diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan
jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.