Nabi Luth
a.s. ialah salah seorang rasul dan nabi yang diturunkan oleh Allah s.w.t. untuk
membimbing manusia ke jalan yang benar.
Nabi Luth
adalah anak saudara kepada Nabi Ibrahim a.s. yaitu ayahnya yang bernama Hasan
bin Tareh. Nabi Luth diutuskan sebagai rasul kepada satu kaum yang mendiami
sepanjang timur laut (Dari Israel – Yordania), Laut Mati. Ibukota Sodom
terletak di Utara Basin, Laut Mati.
Hampir
keseluruhan kaum ini mengamalkan gaya hidup songsang,yaitu melakukan hubungan
kelamin sesama sejenis yaitu lelaki dengan lelaki yakni meninggalkan perempuan.
Perbuatan ini merupakan sesuatu penyelewengan fitrah yang amat buruk. Nabi Luth
telah menyeru mereka untuk menghentikan perbuatan tersebut disamping
menyampaikan seruan-seruan Allah, tetapi mereka mengabaikannya dan malah mereka
mengingkari kenabiannya. Akhirnya, kaum Nabi Luth dimusnahkan dengan bencana
yang sangat mengerikan dan dahsyat. Kejadian ini berlaku pada kira-kira tahun
1800 sebelum Masihi.
Kisah
Nabi Allah Luth a.s. mengikut Islam
Di dalam
Kitab Al-quran menceritakan kisah Nabi Luth yang menasihati kepada kaumnya
sebagaimana dalam Surah Asy-Syuara;
26:160
“Kaum Luth telah mendustakan para Rasul”
27:161
“Ketika saudara mereka Luth berkata kepada mereka,”Mengapa kamu tidak
bertakwa?”
27:162
“Sungguh, aku ini seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,”
27:163
“Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepada ku”
27:164
“Dan aku tidak meminta upah kepadamu atas ajakan itu, upahku hanyalah dari
Tuhan seluruh alam”
27:165
“Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki (Homoseks) di antara manusia”
27:166
“dan kamu tinggalkan (perempuan) yang diciptakan Tuhan untuk dijadikan sebagai
isteri kamu? Kamu memang orang-orang yang melampaui batas’
27:167 ”
Mereka menjawab, ” Wahai Luth! Jika engkau tidak berhenti, engkau termasuk
orang-orang yang terusir”
27:168 ”
Dia (Luth) berkata, ” Aku sungguh benci kepada perbuatan mu”
Kaum Luth
telah mengancam Nabi Luth dan membencinya karena mengajak kaumnya beriman. Ayat
seterusnya dalam kitab Al-quran dikisahkan dalam Surah Al-Araf:
“Dan
(Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah ) tatkala dia
berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang
belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?”.
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka),
bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab
kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan para
pengikutnya) dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
berpura-pura mensucikan diri .” (QS. Al A’raaf, 7: 80-82) !
Nabi
Luth Diutuskan Oleh Allah Kepada Rakyat Sadom
Masyarakat
Sadum adalah masyarakat yang rendah paras moralnya dan rusak akhlak. Masyarakat
Sadum tidak mempunyai pegangan agama atau nilai kemanusiaan yang beradab.
Maksiat dan kemungkaran merajalela dalam pergaulan hidup mereka. Pencurian dan
perampasan harta milik merupakan kejadian hari-hari di mana yang kuat menjadi
kuasa sedang yang lemah menjadi korban penindasan dan perlakuan
sewenang-wenang. Maksiat yang paling menonjol yang menjadi ciri khas hidup
mereka adalah perbuatan homoseksual {lewat} di kalangan lelakinya dan lesbian
di kalangan wanitanya. Kedua-dua jenis kemungkaran ini begitu merajalela di
dalam masyarakat sehinggakan ia merupakan suatu kebudayaan bagi kaum Sadum.
Seorang
pendatang yang masuk ke Sadum tidak akan selamat dari diganggu oleh mereka.
Jika ia membawa barang-barang yang berharga maka dirampaslah barang-barangnya,
jika ia melawan atau menolak menyerahkannya maka nyawanya tidak akan selamat.
Akan tetapi jika pendatang itu seorang lelaki yang bermuka tampan dan berparas
elok maka ia akan menjadi rebutan di antara mereka dan akan menjadi korban
perbuatan keji lelakinya dan sebaliknya jika si pendatang itu seorang perempuan
muda maka ia menjadi mangsa bagi pihak wanitanya pula.
Kepada
masyarakat yang sudah sedemikian rupa keruntuhan moralnya dan sedemikian paras
penyakit sosialnya diutuslah nabi Luth sebagai pesuruh dan Rasul-Nya untuk
mengangkat mereka dari lembah kenistaan ,kejahilan dan kesesatan serta membawa
mereka alam yang bersih ,bermoral dan berakhlak mulia. Nabi Luth mengajak
mereka beriman dan beribadah kepada Allah meninggalkan kebiasaan mungkar
menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dan kejahatan yang diilhamkan oleh iblis
dan syaitan. Ia memberi penerangan kepada mereka bahwa Allah telah mencipta
mereka dan alam sekitar mereka tidak meredhai amal perbuatan mereka yang
mendekati sifat dan tabiat kebinatangan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan bahwa Allah akan memberi ganjaran setimpal dengan amal
kebajikan mereka. Yang berbuat baik dan beramal soleh akan diganjar dengan
syurga di akhirat sedang yang melakukan perbuatan mungkar akan di balaskannya
dengan memasukkannya ke dalam neraka Jahanam.
Nabi Luth
berseru kepada mereka agar meninggalkan adat kebiasaan yaitu melakukan
perbuatan homoseksual dan lesbian. Luth menyatakan perbuatan itu bertentangan
dengan fitrah dan hati nurani manusia serta menyalahi hikmah yang terkandung
didalam penciptaan manusia menjadi dua jenis yaitu lelaki dan wanita. Juga
kepada mereka di beri nasihat dan diajukan supaya menghormati hak dan milik
masing-masing dengan meninggalkan perbuatan perampasan, perompakan serta
pencurian yang selalu mrk lakukan di antara sesama mereka dan terutama kepada
pengunjung yang datang ke Sadum. Diterangkan bahwa perbuatan-perbuatan itu akan
merugikan mereka sendiri, kerana perbuatan itu akan menimbulkan kekacauan dan
ketidak amanan di dalam negeri sehingga masing-masing dari mereka tidak merasa
aman dan tenteram dalam hidupnya.
Demikianlah
Nabi Luth, melaksanakan dakwahnya sesuai dengan tugas risalahnya.Ia tidak
henti-henti menggunakan setiap kesempatan dan dalam tiap pertemuan dengan
kaumnya secara berkelompok atau secara berseorangan mengajak agak mereka
beriman dan percaya kepada Allah dan menyembah-Nya. Diajaknya Luth terhadap
kaumnya untuk melakukan amal soleh dan meninggalkan perbuatan maksiat dan
mungkar. Akan tetapi keruntuhan moral dan kerusakan akhlak sudah hidup lama di
dalam pergaulan sosial mereka dan pengaruh hawa nafsu dan penyesatan syaitan
sudah begitu kuat menguasai tindak-tanduk mereka, maka dakwah dan ajakkan Nabi
Luth yang dilaksanakan dengan kesabaran dan ketekunan tidak mendapat tempat di
dalam hati dan fikiran mereka dan berlalu laksana suasana teriakan di
tengah-tengah padang pasir .Telinga-telinga mereka sudah menjadi pekak bagi
ajaran-ajaran Nabi Luth sedang hati dan fikiran mereka sudah tersumbat rapat
dengan ajaran -ajaran syaitan dan iblis.
Akhirnya
kaum Luth merasa dan kesal hati mendengar dakwah dan nasihat-nasihat Nabi Luth
yang tidak putus-putus itu dan minta agar ia menghentikan aksi dakwahnya atau
menghadapi pengusir dirinya dari sadum bersama semua keluarganya. dari pihak
Nabi Luth pun sudah tidak ada harapan lagi masyarakat Sadum dapat terangkat
dari lembah kesesatan dan keruntuhan moral mereka dan bahwa meneruskan dakwah
kepada mereka yang sudah buta-tuli hati dan fikiran serta mensia-siakan masa.
obat satu-satunya, menurut fikiran Nabi Luth untuk mencegah penyakit akhlak itu
yang sudah parah itu menular kepada tetangga-tetangga dekatnya, ialah dengan
membasmikan mereka dari atas bumi sebagai pembalasan ke atas terhadap kekerasan
kepala mereka juga untuk menjadi contoh dan pengajaran umat-umat
disekelilingnya. beliau memohon kepada Allah agar kepada kaumnya masyarakat
Sadum diberi pengajaran berupa azab di dunia sebelum azab yang menanti mereka
di akhirat kelak.
Tetamu
Nabi Ibrahim dan Nabi Luth
Permohonan
Nabi Luth dan doanya diperkenankan dan dikabulkan oleh Allah s.w.t.
Dikirimkanlah kepadanya tiga orang malaikat menyamar sebagai manusia biasa.
Mereka adalah malaikat yang bertemu kepada Nabi Ibrahim dengan membawa berita
gembira atas kelahiran Nabi Ishaq, dan memberitahu kepada mrk bahwa dia adalah
utusan Allah dengan tugas menurunkan azab kepada kaum Luth penduduk kota Sadum.
Dalam kesempatan pertemuan mana Nabi Ibrahim telah mohon agar penurunan azab
keatas kaum Sadum ditunda ,kalau-kalau mereka kembali sadar mendengarkan dan
mengikuti ajakan Luth serta bertaubat dari segala maksiat dan perbuatan
mungkar. Juga dalam pertemuan itu Nabi Ibrahim mohon agar anak saudaranya, Luth
diselamatkan dari azab yang akan diturunkan keatas kaum Sadum permintaan mana
oleh para malaikat itu diterima dan dijamin bahwa Luth dan keluarganya tidak
akan terkena azab.
Para
malaikat itu sampai di Sadum dengan menyamar sebagai lelaki muda yang berparas
tampan dan badan yang berotot, tegap dan kuat tubuhnya. Dalam perjalanan mereka
hendak memasuki kota, mereka berselisih dengan seorang gadis yang cantik dan
ayu sedang mengambil dari sebuah perigi. Lelaki muda (malaikat) bertanya kepada
si gadis kalau-kalau mereka diterima ke rumah sebagai tetamu. Si gadis tidak
berani memberi keputusan sebelum ia berunding terlebih dahulu dengan
keluarganya. Maka ditinggalkanlah para lelaki muda itu oleh lalu pulang ke
rumah cepat-cepat untuk memberitahu ayahnya (Luth).
Mendengar
khabar berita anak perempuannya, Nabi Luth menjadi bingung, jawaban apa yang
harus ia berikan kepada para pendatang yang ingin bertemu ke rumahnya untuk
beberapa waktu, namun menerima tetamu yang berparas tampan dan kacak akan
mengundang risiko gangguan kepadanya dan kepada tetamu dari kaumnya yang
tergila-gila untuk melakukan hubungan seks sejenis dengan anak muda yang
mempunyai tubuh bagus dan paras wajah elok. Sedang kalau hal yang demikian itu
terjadi ia sebagai tuan rumah harus bertanggung jawab terhadap keselamatan
tamunya, padahal ia merasa bahwa ia tidak akan berdaya menghadapi kaumnya yang
bengis-bengis dan haus maksiat itu.
Nabi Luth
memutuskan untuk menerima lelaki-lelaki muda itu sebagai tetamu di rumahnya.
Luth hanya pasrah kepada Allah dan berlindung sekiranya terdapat segala
rintangan yang akan datang. Lalu pergilah ia sendiri menjemput tetamu yang
sedang menanti di pinggir kota dan diajaklah mereka bersama-sama ke rumah.
Ketika itu, kota Sadum sudah diliputi kegelapan dan manusia sudah nyenyak tidur
di rumah masing-masing.
Nabi Luth
telah pun berpesan kepada isteri dan kedua puterinya agar merahasiakan
kedatangan anak-anak lelaki muda itu. Jangan sampai terdengar dan diketahui
oleh kaumnya. Namun, kedegilan isteri Nabi Luth, yang juga sehaluan dan
sependirian dengan penduduk Sadum, telah membocorkan berita kedatangan tetamu
Luth kepada mereka. Berita kedatangan tetamu Luth tersebar karena isteri Nabi
Luth. Datanglah beramai-ramai lelak-lelaki Sodom, yang buta seks ini, ke rumah
Nabi Luth, berhajat untuk memuaskan nafsu seksual mereka, setelah lama tidak
mendapat anak muda. Berteriaklah mereka memanggil Luth untuk lepas anak-anak
muda itu, agar diberi kepada mereka untuk memuaskan nafsu.
Dengar
teriakan mereka, Nabi Luth tidak membuka pintu bagi mereka dan berseru agar
mereka kembali ke rumah masing-masing dan jangan menggunggu tetamau yang
datangnya dari jauh yang sepatutnya dihormati dan dimuliakan .Mereka diberi
nasihat agar meninggalkan perbuatan kebiasaan mereka yang keji itu. Perbuatan
mereka yang bertentangan dengan fitrah manusia dan kodrat alam di mana Allah
telah menciptakan manusia berpasangan antara lelaki dengan perempuan untuk
menjaga kelangsungan perkembangan umat manusia sebagai makhluk yang termulia di
atas bumi. Nabi Luth berseru agar mereka kembali kepada isteri-isteri mereka dan
meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar yang tidak senonoh, sebelum mereka
dilanda azab dan siksaan Allah.
Seruan
dan nasihat-nasihat Nabi Luth tidak dihiraukan dan dipedulikan ,mereka bahkan
mendesak akan menolak pintu rumahnya dengan paksa dan kekerasan jika pintu
tidak di buka dengan sukarela. Merasa dirinya sudah tidak berdaya untuk menahan
arus orang-orang lelaki kaumnya itu yang akan memaksakan kehendaknya dengan
kekerasan berkatalah Nabi Luth secara terus terang kepada para tamunya:”
Sesungguhnya aku tidak berdaya lagi menahan orang-orang itu menyerbu ke dalam
.Aku tidak memiliki senjata dan kekuatan fizikal yang dapat menolak kekerasan
mereka , tidak pula mempunyai keluarga atau sanak saudara yang disegani mereka
yang dapat aku mintai pertolongannya, maka aku merasa sangat kecewa, bahwa
sebagai tuan rumah aku tidak dapat menghalaukan gangguan terhadap tetamu
dirumahku sendiri.Mendengar keluh-resah Nabi Luth, lantas anak-anak muda itu
memberitahu hal yang sebenar, mereka adalah malaikat-malaikat yang menyamar
sebagai manusia yang diutus oleh Allah untuk menurunkan azab dan siksa atas
rakyatnya karena segala kemungkaran dan kemaksiat yang keji dan kotor.
Malaikat-malaikat
itu menyuruh Nabi Luth membuka pintu rumahnya seluas mungkin agar dapat memberi
kesempatan bagi orang -orang yang hauskan seks dengan lelaki itu masuk. Namun
malangnya apabila pintu dibuka dan para penyerbu memijakkan kaki untuk masuk,
tiba-tiba gelaplah pandangan mereka dan tidak dapat melihat sesuatu.
Malaikat-malaikat tadi telah membutakan mata mereka. Lalu, diusap-usap dan
digosok-gosok mata mereka, ternyata mereka sudah menjadi buta.
Sementara
para penyerbu rumah Nabi Luth berada dalam keadaan kacau balau berbenturan
antara satu dengan lain berteriak-teriak menanya-nanya gerangan apa yang
menjadikan mereka buta dengan mendadak para berseru kepada Nabi Luth agar
meninggalkan segera perkampungan itu bersama keluarganya, karena masanya telah
tiba bagi azab Allah yang akan ditimpakan. Para malaikat berpesan kepada Nabi
Luth dan keluarganya agar perjalanan ke luar kota jangan seorang pun dari
mereka menoleh ke belakang.
Nabi Luth
keluar dari rumahnya sehabis tengah malam, bersama keluarganya terdiri dari
seorang isteri dan dua puterinya berjalan cepat menuju keluar kota, tidak menoleh
ke kanan maupun kekiri sesuai dengan petunjuk para malaikat yang menjadi
tamunya.Akan tetapi si isteri yang menjadi musuh dalam selimut bagi Nabi Luth
tidak tergamak meninggalkan kaumnya. Ia berada dibelakang rombongan Nabi Luth
berjalan perlahan-lahan tidak secepat langkah suaminya dan tidak henti-henti
menoleh ke belakang karena ingin mengetahui apa yang akan menimpa atas kaumnya,
seakan-akan meragukan kebenaran ancaman para malaikat yang telah didengarnya
sendiri. Dan begitu langkah Nabi Luth berserta kedua puterinya melewati batas
kota Sadum, sewaktu fajar menyingsing, bergetarlah bumi dengan dahsyatnya di
bawah kaki rakyat Sadum, tidak terkecuali isteri Nabi Luth yang munafiq itu.
Getaran itu mendahului suatu gempa bumi yang kuat dan hebat disertai angin yang
kencang dan hujan batu sijjil yang menghancurkan dengan serta-merta kota Sadum
berserta semua pemghuninya . Bertebaran mayat-mayat yang dilaknat oleh Allah
S.W.T di kota Sodom, dan hancurlah kota tersebut yang berada di laluan manusia
yang lalu-lalang. Namun, masih ditinggalkan kesan-kesan kehancuran kota
tersebut oleh Allah S.W.T, sebagai peringatan kaum yang kemudian yang melalui
di jalan tersebut. Demikianlah kebesaran dan ayat Allah yang diturunkan untuk
menjadi pengajaran dan tamsil bagi hamba-hamba-Nya yang mendatang.
Istri nabi Luth as
Allah
membuat isteri Nuh dan isteri Luth menjadi perumpamaan bagi orang-orang yang
ingkar. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang soleh di
antara hamba-hamba Kami, lalu kedua isteri itu berkhidmat kepada kedua
suaminya, maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari
(siksaan) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya).” Masuklah ke neraka bersama
orang-orang yang masuk (neraka).” (At-Tahrim: 10)
Dalam
perjalanan hidup seorang nabi, apabila ia mendapati kebenaran yang datang dari
Allah, keluarga terdekatnyalah yang terutama mesti ia seru terlebih dahulu.
Orang yang paling dekat dengannya tentu saja memperoleh kesempatan paling besar
untuk menerima seruannya. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan isteri Nuh
dan anaknya. Meskipun keduanya adalah orang-orang yang paling dekat dengan
beliau, mereka termasuk golongan yang ingkar akan kebenaran Allah dengan enggan
beriman.
Begitu
pula wanita yang satu ini, isteri salah seorang dari nabi Allah, yakni isteri
Luth as. Luth adalah seorang nabi dan rasul yang diutus oleh Allah kepada
kaumnya di Sadom, sebuah negeri besar yang mempunyai banyak kota, sedangkan
penduduknya tenggelam dalam arus kemaksiatan. Rakyat Negeri Sadom ketika itu
berserikat dan bahu-membahu dalam perbuatan dosa yang mengaibkan.
Nabi Luth
diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikan risalah-Nya kepada kaumnya itu,
termasuk kepada isterinya sendiri. Berkata Nabi Luth kepada mereka seraya
mengingatkan: “Mengapa kamu melakukan perbuatan tercela itu, yang belum pernah
dikerjakan oleh seorangpun di dunia ini sebelummu? Kamu mendatangi lelaki untuk
melepaskan nafsumu, bukan kepada wanita. Bahkan kamu ini adalah kaum yang
melampaui batas.” (Al-A’raf: 80-81)
Memang,
kaum Nabi Luth ketika itu berada pada tingkat kebinatangan yang paling rendah,
kebejatan akhlak yang paling parah, dan tidak ada manusia seburuk mereka
sebelumnya. Mendengar seruan Nabi Luth, seruan seorang nabi Allah yang juga
pernah didengar oleh kaum-kaum lain sebelum mereka, rakyat Negeri Sadom merasa
terusik kesenangannya. Mereka tidak tinggal diam setelah mendengar seruan
kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Luth. Mereka terus berfikir, mencari jalan
bagaimana agar Nabi Luth tidak dapat mengumandangkan seruannya kembali. Ketika,
mereka tengah duduk berfikir, tiba-tiba datang seorang perempuan tua
menghampiri mereka. Sebenarnya, sudah lama perempuan tua itu mendengar rencana
kaum Luth itu, dan ia tersenyum bangga mendengar rencana itu.
“Akan
kutunjukkan kepada kalian, suatu lubang yang dapat menghalangi seruan Luth,”
ujar perempuan tua itu dengan wajah penuh keyakinan. “Lubang yang mana itu?”
tanya mereka dengan keinginan yang penuh harap.
“Tidak
akan kukatakan hal itu, kecuali aku mendapat sekeping perak sebagai upahnya,”
sahut si perempuan tua.
Tak
seorangpun dari keturunan kaum Luth itu yang merasa marah atau heran mendengar
ucapan perempuan tua yang terkenal mata duitan dan sifat lobanya itu. Salah
seorang dari mereka memasukkan tangannya ke dalam sakunya; kemudian mengambil
sekeping perak dan diberikannya kepada perempuan tua itu. Dengan senyum
kemenangan, perempuan tua itu cepat mengambil dan menyembunyikan kepingan perak
itu di dadanya. “Kalian dapat membatalkan seruan Luth melalui isterinya!” Kata
perempuan itu kemudian.
Terbelalaklah
mata kaum Luth ketika mendengar ucapan itu. Mereka semakin mendekatkan telinga
masing-masing ke mulut perempuan penipu itu dengan penuh harapan.
“Bagaimana
caranya?” Tanya mereka serentak.
“Kalian
harus bekerjasama dengan isteri Luth untuk menghentikan seruannya kepada
kalian.”
Dengan
kesal, salah seorang dari mereka berteriak. “Kami tidak ada urusan dengan
isteri Luth!”
Dengan
wajah marah, perempuan tua itu kembali berkata: “Aku lebih mengerti hal itu
daripada kalian!”
“Kalau
begitu,” sela salah seorang yang lain. “Apa peranan isteri Luth dalam hal ini?”
“Dengar
baik-baik. Peranan isteri Luth sama seperti perananku bagi kalian sekarang
ini,” jawabnya.
“Jadi,
apakah kamu berharap agar isteri Luth dapat menunjuki kami, siapa orang-orang
yang dapat memenuhi keinginan kami, sebagaimana yang engkau lakukan kini?”
tanya salah seorang dari mereka. Dengan kedua mata yang bersinar, disertai
kegembiraan hewani, perempuan tua berlalu sambil bergumam, “Ya… ya…”
Isteri
Nabi Luth sedang menyelesaikan sebahagian pekerjaannya ketika terdengar pintu
rumahnya diketuk orang. Segera ia berlari, membukakan pintu. Dan seorang
perempuan tua tiba-tiba berada di hadapannya. Dengan tergopoh-gopoh perempuan
tua itu lalu berkata: “Hai, anakku, adakah seteguk air yang dapat menghilangkan
dahaga yang kurasakan ini?”
“Silakan
masuk dahulu,” jawab Wa’ilah, isteri Nabi Luth, dengan lembut.” Akan kuambilkan
air untukmu.”
Perempuan
tua itu kemudian duduk menunggu, sementara Wa’ilah masuk ke dapurnya. Tak lama
kemudian, Wa’ilah kembali dengan membawa bekas yang penuh berisi air untuk
tamunya itu. Dengan lahap, si perempuan tua segera meneguk habis air di bekas
tersebut, dan kemudian melepas nafas dengan lega.
“Kami
hidup bersama suamiku, Luth namanya, dan dua anak perempuanku,” jawab Wa’ilah.
Perempuan
itu kemudian memalingkan wajahnya ke sekeliling rumah yang kecil itu, lalu
menggeleng-gelengkan kepalanya seakan-akan prihatin akan apa yang dilihatnya.
Dengan wajah yang memperlihatkan kesedihan, perempuan tua itu berkata: “Aduhai,
apakah kesengsaraan menimpamu, Anakku?”
“Aku
tidak sengsara, bahkan rumah ini cukup bagi kami, dan aku mempunyai suami yang
memberiku makan dan minum bersama kedua puteriku,” jawab Wa’ilah.
Perempuan
tua penipu itu lebih mendekat kepada isteri Nabi Luth sambil berkata: “Dapatkah
ruangan seperti ini disebut rumah? Dapatkah yang engkau teguk dan engkau
rasakan ini disebut makanan atau minuman?”
Wa’ilah
terpegun mendengar ucapan perempuan tuan itu. Dengan penuh keheranan, ia
kemudian bertanya. “Kalau begitu, apa yang selama ini kumakan dan kuminum?”
Cepat-cepat
perempuan tua itu berkata: “Panggillah aku dengan sebutan ibu. Bukankah
kedudukanku seperti ibu saudaramu?” Kemudian ia menyambung lagi. “Sesungguhnya
semua ini adalah kemiskinan dan kesengsaraan hidup yang membawa kemalangan
bagimu, hai anakku. Mengapa kamu tidak masuk ke rumah orang-orang kaya di
antara kaummu. Tidakkah kamu melihat kehidupan mereka yang penuh kemegahan,
kesenangan, dan kenikmatan…? Kamu berparas cantik, hai anakku. Tidak layak kamu
membiarkan kecantikanmu itu dalam kemiskinan hina begini. Tidakkah kamu sedari
bahwa kamu tidak mempunyai anak lelaki yang dapat bekerja untuk memberimu makan
kelak apabila suamimu meninggal dunia?”
Wa’ilah,
isteri Nabi Luth, mendengarkan dengan saksama semua ucapan perempuan tua itu.
Ya, ucapan itu telah membuatnya terlena sambil merenung atap rumahnya. Sesekali
ia perhatikan perempuan tua yang semakin mengeraskan suaranya yang penuh nada
kesedihan dan kedukaan. Dalam lamunannya itu, tiba-tiba Wa’ilah merasakan pelukan
perempuan tua itu di bahunya.
Ketika
perempuan tua itu menghentikan pembicaraannya, isteri Nabi Luth memandang
kepadanya sambil berusaha meneliti kalimat-kalimat yang baru didengarnya.
Tetapi si perempuan tua tidak memberinya kesempatan untuk berfikir, bahkan ia
mulai menyambung pembicaraannya dengan berkata: “Hai, anakku, apakah yang
dikerjakan suamimu? Bagaimana hubungannya dengan penduduk Negeri Sadom dan
kampung-kampung kecil di sekelilingnya?
Sesungguhnya
orang-orang di sini menginginkan sesuatu yang dapat menyenangkan hati mereka
sesuai dengan yang mereka kehendaki. Dan sesuatu yang dicarinya itu dapat
menjadi sumber penghasilan dan kekayaan bagi orang yang mau membantu mereka.
Lihatlah! Lihatlah, hai anakku, kepingan-kepingan emas dan perak ini!
Sesungguhnya emas dan perak bagiku adalah barang yang mudah kuperolehi. Aku
menunjukkan kepada kaumku beberapa lelaki berwajah `cantik’ yang datang dari
kota. Sedangkan kamu… di rumahmu sering datang beberapa pemuda dan remaja
lelaki kepada suamimu.
Ya,
suamimu yang seruannya diperolok-olok oleh kaum kita. Pekerjaan semacam ini
sebenarnya tidak memberatkan kamu. Suruhlah salah seorang puterimu menemui
sekelompok kaum kita dan memberitahu mereka akan adanya lelaki tampan di
rumahmu. Dengan demikian, engkau akan memperoleh emas atau perak sebagai
hadiahnya setiap kali engkau kerjakan itu. Bukankah pekerjaan itu amat mudah
bagimu? Dengan itu, engkau bersama puteri-puterimu dapat merasakan kenikmatan
sesuai dengan apa yang kalian kehendaki.”
Sambil
mengakhiri ucapannya, perempuan tua itu meletakkan dua keping perak di tangan
Wa’ilah, dan kemudian segera keluar. Isteri Nabi Luth duduk sambil merenungkan
peristiwa yang baru terjadi itu tentang keadaan pekerjaan yang dicadangkan oleh
si perempuan tuan. Dan… ia kebingungan sambil berputar-putar di sekitar
rumahnya. Suara perempuan tua itu masih terngiang-ngiang di telinganya,
sementara di tangannya terselit dua keping perak. Wa’ilah dibayangi keraguan
apakah sebaiknya ia terima saja saranan perempuan tua itu. Tetapi, apa yang
akan dikatakan orang nanti tentang dirinya jika hal itu ia lakukan; bahwa
isteri seorang yang mengaku sebagai Rasul Allah dan menyerukan kebajikan,
ternyata, menolong kaumnya dalam melakukan kebatilan.
Tiba-tiba
datang suara yang membisikkan ke telinganya: “Perempuan tua itu telah
menasihatimu. Ia tidak mengharapkan sesuatu kecuali kebaikan dan kebahagiaan
bagimu. Kamu tidak bertanggungjawab atas apa yang dilakukan oleh kaummu. Dan
lagi pekerjaan yang dicadangkan perempuan tua itu sama sekali tidak
memberatkanmu. Kamu hanya memberitahu mereka tentang kedatangan tamu-tamu
suamimu, Luth. Lekaslah… lekaslah… nanti akan kukatakan… lekas, supaya engkau
memperoleh kekayaan dan kenikmatan… Cepatlah…!” Dan tiba-tiba, tanpa ragu-ragu,
Wa’ilah berkata: “Baiklah, kuterima…”
“Kalau
begitu, selamat kuucapkan kepadamu,” demikian Iblis membisikkan kepadanya.”
Sesudah ini engkau akan merasakan kenikmatan di dalam kehidupanmu…”
Nabi Luth
kembali kepada penduduk desa yang berada di sekitar Sadom untuk menyerukan
kebenaran Ilahi sesuai dengan perintah Allah kepadanya. “Mengapa kalian
mengerjakan perbuatan tercela itu, yang belum pernah diperbuat oleh seorangpun
di dunia ini sebelum kalian? Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk
melepaskan nafsu kalian bukan kepada wanita, bahkan kalian ini adalah kaum yang
melampaui batas.”