Dalam
perjalanan hidupnya sejak masih kanak kanak hingga dewasa dan sampai diangkat
menjadi Rosul, beliau terkenal sebagai seorang yang jujur, berbudu luhur dan
mempunyai kepribadian yang tinggi, tidak ada suatu perbuatan dan tingkah
lakunya yang tersela yang dapat dituduhkan kepadanya. Berlainan sekali dengan
tingkah laku dan perbuatan kebanyakan pemuda pemuda dan penduduk kota Mekah
pada umumnyayang gemar berfoya foya dan bermabuk mabukan itu, karena demikian
dan jujurnya dalam perbuatan dan perkataan, maka beliau diberi julukan “ Al
Amin” :. Yang dapat dipercaya.
Ahli
sejarah menuturkan bahwa Muhammad saw sejak kecil hingga dewasa tidak pernah
menyembah berhala dan tidak pernah pula makan daging hewan yang disembelih
untuk korban berhala berhala seperti lazimnya orang Arab jahiliyah pada
umumnya. Ia sangat benci dengan kepada berhala itu dan menjauhkan diri dari
keramaian dari upacara upacara pemujaan kepada berhala itu. Untuk menutupi
keperluan hidupnya sehari hari sesudah dia menikah dengan Siti Khatijah dia
berserikat dagang dengan istrinya ataupun dengan orang lain.
Sebagai
seorang yang bakal menjadi pembimbing umat manusia, Muhammad saw memiliki bakat
bakat dan kemampuan jiwa yang besar kecerdasan pikirannya, ketajaman otaknya,
kehalusan perasaannya, kekuatan ingatannya, kecepatan tanggapannya, kekerasan
kemauannya, segala pengalaman hidupnya mendapat pengolahan yang sempurna dalam
jiwanya. Dia mengetahui babak babak sejarah negerinya, kesedihan masyarakat dan
keruntuhan agama bangsanya. Pemandangan itu dapat hilang dari pikirannya.
Dia
mulai “ menyiapkan dirinya” (bertahanuts) untuk mendapatkan pemusatan jiwa yang
lebih sempurna. Untuk bertahanuts ini di pilihnya tempat disebuah Gua kecil
yang bernama “ HIRA “ yang terdapat pada sebuah
bukit yang bernama “ JABAL NUR
“ (bukit cahaya ) yang
terletak kira kira 2 / 3 mil di sebelah utara kota Mekah.
Walaupun
Muhammad saw dengan daya pikirannya yang jernih itu berusaha untuk merenungkan
tentang pencipta alam raya ini, namun sebelum kenabiannya dia tidaklah sampai
kepada hakekat penciptanya, sebagaimana dalam surat 42 (As Syuuraa ayat 52 dan
surat 93 (Ad Dhuha) ayat 7.
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ
تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلا الإيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ
مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
52. dan Demikianlah Kami
wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu
tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah
iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan
Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu
benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
وَوَجَدَكَ ضَالا
فَهَدَى
7. dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang bingung[2], lalu Dia memberikan petunjuk.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
[2] Yang dimaksud dengan
bingung di sini ialah kebingungan untuk mendapatkan kebenaran yang tidak bisa
dicapai oleh akal, lalu Allah menurunkan wahyu kepada Muhammad s.a.w. sebagai
jalan untuk memimpin ummat menuju keselamatan dunia dan akhirat.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------