Nabi Zakaria
(Zacharias) {Zakaria ben Yehoiada ben Yusahafat ben Asa ben Abia ben Rehabeam
ben Sulaiman (Nabi Sulaiman a.s) ben Daud (Nabi Daud a.s). Baginda Nabi
Zakaria, adalah ayah kepada Nabi Yahya a.s.; putera tunggalnya yang lahir
setelah ia mencapai usia sangat tua iaitu pada usia sembilan puluh tahun. Sejak
beristeri Hanna(Elisabeth), ibu saudaranya Maryam(Mary),Zakaria mendambakan
mendapat anak yang akan menjadi pewarisnya. Siang dan malam tiada
henti-hentinya ia memanjatkan doanya dan permohonan kepada Allah agar dikurniai
seorang putera yang akan dapat meneruskan tugasnya memimpin Bani Israil. Ia
kuatir bahwa bila ia mati tanpa meninggalkan seorang pengganti, kaumnya akan
kehilangan pemimpin dan akan kembali kepada cara-cara hidup mereka yang penuh
dengan mungkar dan kemaksiatan dan bahkan mungkin mereka akan mengubah syariat
Musa dengan menambah atau mengurangi isi kitab Taurat sekehendak hati mereka.
Selain itu, ia sebagai manusia, ingin pula agar keturunannya tidak terputus dan
terus bersambung dari generasi sepanjang Allah mengizinkannya dan
memperkenankan.
Nabi Zakaria tiap hari sebagai tugas
rutin pergi ke mihrab besar melakukan sembahyang serta menjenguk Maryam anak
iparnya yang diserahkan kepada mihrab oleh ibunya sesuai dengan nadzarnya
sewaktu ia masih dalam kandungan. Dan memang Zakarialah yang ditugaskan oleh
para pengurus mihrab untuk mengawasi Maryam sejak ia diserahkan oleh ibunya.
Tugas pengawasan atas diri Maryam diterima oleh Zakaria melalui undian yang
dilakukan oleh para pengurus mihrab di kala menerima bayi Maryam yang
diserahkan pengawasannya kepadanya itu adalah anak saudara isterinya sendiri
yang hingga saat itu belum dikurniai seorang anak pun oleh Tuhan.
Suatu peristiwa yang sangat
menakjubkan dan menghairankan Zakaria telah terjadi pada suatu hari ketika ia
datang ke mihrab sebagaimana biasa. Ia melihat Maryam disalah satu sudut mihrab
sedang tenggelam dalam sembahyangnya sehingga tidak menghiraukan bapa
saudaranya yang datang menjenguknya. Di depan Maryam yang sedang asyik
bersembahyang itu terlihat oleh Zakaria berbagai jenis buah-buahan musim panas.
Bertanya-tanya Nabi Zakaria dalam hatinya, dari mana datangnya buah-buahan
musim panas ini, padahal mereka masih berada dalam musim dingin. Ia tidak sabar
menanti anak saudaranya selesai sembahyang, ia lalu mendekatinya dan menegur
bertanya kepadanya: “Wahai Maryam, dari manakah engkau dapat ini semua?”
Maryam menjawab: “Ini adalah pemberian
Allah yang aku dapat tanpa kucari dan aku minta. Di waktu pagi dikala matahari
terbit aku mendapatkan rezekiku ini sudah berada didepan mataku, demikian pula
bila matahari terbenam di waktu senja. Mengapa bapa saudaranya merasa heran dan
takjub? Bukankah Allah berkuasa memberikan rezekinya kepada siapa yang Dia
kehendaki tanpa perhitungan?”
Maryam
binti Imran(Mary)@(Maria)
Maryam yang disebut-sebut dalam kisah
Zakaria adalah anak tunggal dari Imran seorang daripada pemuka-pemuka dam ulama
Bani Isra’il. Ibunya saudara ipar kepada Nabi Zakaria adalah seorang perempuan
yang mandul yang sejak bersuamikan Imran belum merasa berbahagia jika belum
memperoleh anak. Ia merasa hidup tanpa anak adalah sunyi dan membosankan. Ia
sangat mendambakan keturunan untuk menjadi pengikat yang kuat dalam kehidupan
bersuami-isteri, penglipur duka dan pembawa suka di dalam kehidupan keluarga.
Ia sangat akan keturunan sehingga bila ia melihat seorang ibu menggandung
bayinya atau burung memberi makan kepada anaknya, ia merasa iri hati dan terus
menjadikan kenangan yang tak kunjung lepas dari ingatannya.
Tahun demi tahun berlalu, usia makin
hari makin lanjut, namun keinginan tetap tinggal keinginan dan idam-idaman
tetap tidak menjelma menjadi kenyataan. Berbagai cara dicobanya dan berbagai
nasihat dan petunjuk orang diterapkannya, namun belum juga membawa hasil. Dan
setelah segala daya upaya yang bersumber dari kepandaian dan kekuasaan manusia
tidak membawa buah yang diharapkan, sadarlah isteri Imran bahwa hanya Allah
tempat satu-satunya yang berkuasa memenuhi keinginannya dan sanggup mengaruniai
dengan seorang anak yang didambakan walaupun rambutnya sudah beruban dan
usianya sudah lanjut. Maka ia bertekad membulatkan harapannya hanya kepada
Allah bersujud siang dan malam dengan penuh khusyuk dan kerendahan hati
bernadzar dan berjanji kepada Allah bila permohonannya dikabulkan, akan
menyerahkan dan menghibahkan anaknya ke Baitul Maqdis untuk menjadi pelayan,
penjaga dan memelihara rumah suci itu dan sesekali tidak akan mengambil manfaat
dari anaknya untuk kepentingan dirinya atau kepentingan keluarganya.
Harapan isteri Imran yang dibulatkan
kepada Allah tidak tersia-sia. Allah telah menerima permohonannya dan
mempersembahkan doanya sesuai dengan apa yang telah disuratkan dalam takdir-Nya
bahwa dari suami isteri Imran akan diturunkan seorang nabi besar. Maka tanda-tanda
permulaan kehamilan yang dirasakan oleh setiap perempuan yang mengandung tampak
pada isteri Imran yang lama kelamaan merasa gerakan janin di dalam perutnya
yang makin membesar. Alangkah bahagia si isteri yang sedang hamil itu, bahwa
idam-idamannya itu akan menjadi kenyataan dan kesunyian rumah tangganya akan
terpecahlah bila bayi yang dikandungnya itu lahir. Ia bersama suami mulai
merancang apa yang akan diberikan kepada bayi yang akan datang itu. Jika mereka
sedang duduk berduaan tidak ada yang diperbincangkan selain soal bayi yang akan
dilahirkan. Suasana suram sedih yang selalu meliputi rumah tangga Imran
berbalik menjadi riang gembira, wajah sepasang suami isteri Imaran menjadi
berseri-seri tanda suka cita dan bahagia dan rasa putus asa yang mencekam hati
mereka berdua berbalik menjadi rasa penuh harapan akan hari kemudian yang baik
dan cemerlang.
Akan tetapi sangat benarlah kata
mutiara yang berbunyi: “Manusia merancang, Tuhan menentukan. Imran yang sangat
dicintai dan sayangi oleh isterinya dan diharapkan akan menerima putera
pertamanya serta mendampinginya dikala ia melahirkan , tiba-tiba direnggut
nyawanya oleh Izra’il dan meninggallah isterinya seorang diri dalam keadaan
hamil tua, pada saat mana biasanya rasa cinta kasih sayang antara suami isteri
menjadi makin mesra. Rasa sedih yang ditinggalkan oleh suami yang disayangi
bercampur dengan rasa sakit dan letih yang didahului kelahiran si bayi, menimpa
isteri Imran di saat-saat dekatnya masa melahirkan. Maka setelah segala
persiapan untuk menyambut kedatangan bayi telah dilakukan dengan sempurna
lahirlah ia dari kandungan ibunya yang malang menghirup udara bebas. Agak
kecewalah si ibu janda Imran setelah mengetahui bahwa bayi yang lahir itu
adalah seorang puteri sedangkan ia menanti seorang putera yang telah dijanjikan
dan bernadzar untuk dihibahkan kepada Baitulmaqdis. Dengan nada kecewa dan
suara sedih berucaplah ia seraya menghadapkan wajahnya ke atas: “Wahai Tuhanku,
aku telah melahirkan seorang puteri, sedangkan aku bernadzar akan menyerahkan
seorang putera yang lebih layak menjadi pelayan dan pengurus Baitulmaqdis.
Allah akan mendidik puterinya itu dengan pendidikan yang baik dan akan
menjadikan Zakaria, iparnya dan bapa saudara Maryam sebagai pengawas dan
pemeliharanya.
Demikianlah maka tatkala Maryam
diserahkan oleh ibunya kepada pengurus Baitulmaqdis, para rahib berebutan
masing-masing ingin ditunjuk sebagai wali yang bertanggungjawab atas pengawasan
dan pemeliharaan Maryam. Dan karena tidak ada yang mau mengalah, maka terpaksalah
diundi diantara mereka yang akhirnya undian jatuh kepada Zakaria sebagaimana
dijanjikan oleh Allah kepada ibunya. Tindakan pertama yang diambil oleh Zakaria
sebagai petugas yang diwajibkan menjaga keselamatan Maryam ialah menjauhkannya
dari keramaian sekeliling dan dari jangkauan para pengunjung yang tiada
henti-hentinya berdatangan ingin melihat dan menjenguknya. Ia ditempatkan oleh
Zakaria di sebuah kamar diatas loteng Baitulmaqdis yang tinggi yang tidak dapat
dicapai melainkan dengan menggunakan sebuah tangga. Nabi Zakaria merasa bangga
dan bahagia beruntung memenangkan undian memperoleh tugas mengawasi dan
memelihara Maryam secara sah adalah anak saudaranya sendiri. Ia mencurahkan
cinta dan kasih sayangnya sepenuhnya kepada Maryam untuk menggantikan anak
kandungnya yang tidak kunjung datang. Tiap ada kesempatan ia datang
menjenguknya, melihat keadaannya, mengurus keperluannya dan menyediakan segala
sesuatu yang membawa ketenangan dan kegembiraan baginya. Tidak satu hari pun
Zakaria pernah meninggalkan tugasnya menjenguk Maryam.
Rasa cinta dan kasih sayang Zakaria
terhadap Maryam sebagai anak saudara isterinya yang ditinggalkan ayahnya
meningkat menjadi rasa hormat dan takzim tatkala terjadi suatu peristiwa yang
menandakan bahwa Maryam bukanlah gadis biasa sebagaimana gadis-gadis yang lain,
tetapi ia adalah wanita pilihan Allah untuk suatu kedudukan dan peranan besar
di kemudian hari. Pada suatu hari tatkala Zakaria datang sebagaimana biasa,
mengunjungi Maryam, ia mendapatinya lagi berada di mihrabnya tenggelam dalam
ibadah berzikir dan bersujud kepada Allah. Ia terperanjat ketika pandangan
matanya menangkap hidangan makanan berupa buah-buahan musim panas terletak di
depan Maryam yang lagi bersujud. Ia lalu bertanya dalam hatinya, dari manakah gerangan
buah-buahan itu datang, padahal mereka masih lagi berada pada musim dingin dan
setahu Zakaria tidak seorang pun selain dari dirinya yang datang mengunjungi
Maryam. Maka ditegurlah Maryam tatkala setelah selesai ia bersujud dan
mengangkat kepala: “Wahai Maryam, dari manakah engkau memperolehi rezeki ini,
padahal tidak seorang pun mengunjungimu dan tidak pula engkau pernah
meninggalkan mihrabmu? Selain itu buah-buahan ini adalah buah-buahan musim
panas yang tidak dapat dibeli di pasar dalam musim dingin ini.”
Maryam menjawab: “Inilah pemberian
Allah kepadaku tanpa aku berusaha atau minta. Dan mengapa engkau merasa heran
dan takjub? Bukankah Allah Yang Maha Berkuasa memberikan rezekinya kepada
sesiapa yang Dia kehendaki dalam bilangan yang tidak ternilai besarnya?”
Demikianlah Allah telah memberikan tanda pertamanya sebagai mukjizat bagi
Maryam, gadis suci, yang dipersiapkan oleh-Nya untuk melahirkan seorang nabi
besar yang bernama Isa a.s. Kisah lahirnya Maryam dan pemeliharaan Zakaria
kepadanya dapat dibaca dalam Al-Quran surah Ali Imran ayat 35 hingga 37 dan 42
hingga 44.
Doa
Nabi Zakaria as memohon keturunan (anak)
Nabi
Zakaria as adalah salah satu nabi. Beliau menyerukan tauhid, penyembahan Allah
swt, kesucian dan kebenaran sepanjang umur dan memberikan hidayah kepada umat
ke jalan yang lurus. Ketika sampai pada usia lanjut, beliau berpikir akan
segera dijemput oleh kematian maka beliau tenggelam dalam kesedihan.
Alasan
kedukaan dan kesedihan nabi Zakaria as adalah karena beliau tidak memiliki
putera dan di antara orang-orang terdekat beliau tidak terdapat seseorang yang
akan melanjutkan jalannya. Oleh karena itulah beliau as sangat bersedih karena
obor hidayah yang sejak dahulu menyala di dalam keluarganya dan turun menurun
dari ayah-ayahnya akan padam.
Usia
lanjut dan kemandulan sang isteri tidak menghalanginya berputus asa dari rahmat
dan kasih Ilahi. Beliau as menyatakan permohonan dan harapannya ini kepada
Allah swt dalam berbagai kesempatan yang disebutkan di dalam al-Qur’an sebanyak
tiga kali:
a) Hannah, isteri Imran ketika hamil bernadzar bila melahirkan
anak akan dikhidmatkan untuk Baitul Maqdis. Ketika lahir seorang anak perempuan
ia berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan
–meskipun aku berharap ia adalah laki-laki-. Sesungguhnya aku telah menamai dia
Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada
(pemeliharaan) Engkau daripada setan yang terkutuk”.
Allah swt
pun menerima nadzarnya. Nabi Zakaria as yang adalah suami bibi Maryam dan
pembesar Baitul Maqdis memegang hak pengasuhan Maryam dan membesarkannya.
Beliau as membangunkan sebuah mihrab untuknya di dalam masjid sehingga Maryam
dapat beribadah di dalamnya. Nabi Zakaria as setiap kali masuk mihrab untuk
mengunjungi Maryam menyaksikan di sisi Maryam terdapat makanan segar dan
buah-buahan yang bukan musimnya, beliau as bertanya kepada Maryam: “Hai Maryam
dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?
Maryam
menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki
kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab”.
Ketika
itulah, ibadah, spiritual dan kesempurnaan-kesempurnaan Maryam menggoncang nabi
Zakaria as dan beliau berkata dalam diri: “Alangkah indahnya bila aku memiliki
keturunan seperti ini”. Dan tanpa menunggu lebih lama beliau as mengangkat
tangan berdoa dan berkata:
رَبِّ
هَبْ لى مِنْ لَدُنْكَ ذُرِيَّةً طَيِّبَةً اِنَّكَ سَميعُ الدُّعاء
“Ya
Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya
Engkau Maha Pendengar doa”.[1]
Kemudian
ketika beliau as sedang shalat di Mihrab, malaikat Ilahi memberikan berita
gembira kepadanya bahwa Allah swt akan menganugerahkan kepadamu seorang putera
bernama Yahya yang akan menjadi besar, suci dan nabi.
Dengan
tidak percaya Nabi Zakaria as berkata: “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat
anak sedang aku telah sangat tua dan istriku pun seorang yang mandul?!”
Dijawab:
“Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya”.
b) Disebutkan di dalam permulaan surat Maryam: Ingatlah rahmat
Allah swt kepada nabi Zakaria as, tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan
suara perlahan dan mengatakan:
رَبِّ
إِنِّي وَهَنَ العَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْباً وَلَمْ أَكُنْ
بِدُعائِكَ رَبِّ شَقِيّاً * وَإِنِّي خِفْتُ المَوالِيَ مِنْ وَرائِي وَكانَتِ
امْرَأَتِي عاقِراً فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيّاً * يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ
آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيّاً
“Ya
Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban,
dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan
sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku
adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang
putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub; dan
jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai”.[2]
Terdengar
seruan dari sisi Tuhan:
“Hai
Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh)
seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan
orang yang serupa dengan namanya”.
Nabi
Zakaria as menjawab: “Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal
istriku adalah seorang yang mandul?”
Dijawab:
“Demikianlah, hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesungguhnya telah Aku ciptakan
kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali”.
Allah swt
menganugerahkan nabi Yahya kepada nabi Zakaria dengan membawa kitab dan hikmah.
c) Pada surat al-Anbiya’ [21], dalam rangka menyebutkan kisah
para nabi as dan menyinggung kehidupan dan penghambaan mereka, ketika sampai
pada nabi Zakaria as Allah swt berfirman: “Dan (ingatlah kisah) Zakaria,
tatkala ia menyeru Tuhannya:
رَبِّ
لا تَذَرْنى فَرْداً وَأَنْتَ خيْرُ الوارِثينَ
“Ya
Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris
Yang Paling Baik”.[3]
Maka
Allah swt berfirman: “Maka Kami mengabulkan doanya, dan Kami anugerahkan
kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan)
perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan
cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami”.
Beberapa
Riwayat :
1- Disebutkan di dalam sejarah bahwa
setiapkali Nabi saw mengutus Imam Ali as ke medan perang, beliau saw berdoa dan
mengatakan:
رَبِّ
لا تَذَرْنى فَرْداً وَأَنْتَ خيْرُ الوارِثينَ
“Ya
Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri –artinya janganlah
Engkau ambil Ali dariku- dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik”.[4]
2- Almarhum Kulaini mengisahkan dari Harits Nashri bahwa ia
berkata: Aku mengatakan kepada Imam Shadiq as: Keluargaku seluruhnya telah
tiada dan aku pun tidak memiliki putera. (Maksudnya ajarkanlah kepadaku suatu
doa sehingga dengan berkahnya aku memperoleh keturunan).
Imam
Shadiq as berkata: Ucapkanlah dalam sujudmu:
رَبِّ
هَبْ لي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَميعُ الدُّعاء “
Ya
Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya
Engkau Maha Pendengar doa”[5] dan
رَبِّ لا تَذَرْني فَرْداً وَ أَنْتَ
خَيْرُ الْوارِثين “
Ya
Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris
Yang Paling Baik”.
Haris
berkata: Aku mengamalkan instruksi Imam Shadiq as dan membaca dua ayat ini
dalam sujudku. Allah swt menganugerahi dua putera bernama Ali dan Husain”. [6]
3- Ali bin Muhammad Shaimiri Katib berkata: “Aku telah menikah
dengan puteri Jakfar bin Muhammad Katib dan aku sangat mencintainya, akan
tetapi aku tidak memperoleh keturunan dari pernikahan ini. Aku pergi ke sisi
Imam Hadi as dan menceritakan kisahnya untuk beliau as. Beliau tersenyum dan
berkata: Siapkanlah sebuah cincin yang batunya dari Pirus dan tulislah di
atasnya:
رَبِّ
لا تَذَرْني فَرْداً وَ أَنْتَ خَيْرُ الْوارِثين
Shaimiri
berkata: “Aku menuruti anjuran Imam Hadi as, maka tidak berselang satu tahun
aku telah dianugerahi seorang putera dari isteriku”.[7]
Terdapat
pula riwayat-riwayat lain berkenaan dengan cara memohon dikarunia keturunan.[8]
[IG/ http://www.quran.al-shia.org
[1] QS.
Ali ‘Imran [3]: 38.
هُنَالِكَ
دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً
طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
38. Di
sanalah Zakaria mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku,
berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha
Pendengar doa".
[2] QS. Maryam [19]: 4 – 6.
قَالَ
رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ
أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا , وَإِنِّي
خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ
لَدُنْكَ وَلِيًّا , يَرِثُنِي
وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا
4. Ia berkata: "Ya Tuhanku,
sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku
belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.
5. Dan
sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku
adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang
putra,
6. yang akan mewarisi aku dan mewarisi
sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang
diridhai".
[3] QS.
Al-Anbiya’ [21]: 89.
وَزَكَرِيَّا
إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ
89. Dan
(ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: "Ya Tuhanku
janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang
Paling Baik.
[4] Muruj Adh-Dhahab, jilid 2, hal.
422.
[5] QS.
Ali ‘Imran [3]: 38.
[6]
Al-Kafi, jilid 6, hal. 8 dan juga Majma’ Al-Bayan, jilid 7, hal. 61.
[7] Nur
Ats-Tsaqalain, jilid 3, hal. 456.
[8]
Al-Kafi, jilid 6, hal. 7 – 10; Nur Ats-Tsaqalain, jilid 3, hal. 456.