Sesungguhnya
manusia berdasarkan fitrahnya, diciptakan senang memberikan manfaat kepada
orang yang telah meninggal dunia, dengan anggapan bahwa amalan yang mereka
kerjakan itu bisa memberikan manfaat kepada si mayat ketika berada di dalam
kuburan dan setelah ia dibangkitkan darinya. Di antara amalan yang paling banyak
dilakukan oleh umat Islam dewasa ini adalah tahlilan dan yasinan, yaitu dengan
memperingati hari-hari tertentu dari kematian seseorang dengan anggapan bahwa
itu dapat membantu perjalanan roh orang yang meninggal menuju akhirat. Padahal
hal ini sama sekali tidak pernah dicontohkan dan diperintahkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Nabi bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا
لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
yang melakukan suatu perbuatan yang tidak kami perintahkan, maka perbuatan
tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
وَالَّذِينَ
آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَآمَنُوا بِمَا نُزِّلَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَهُوَ
الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ كَفَّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَأَصْلَحَ بَالَهُمْ ,
ذَلِكَ بِأَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا اتَّبَعُوا الْبَاطِلَ وَأَنَّ الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّبَعُوا الْحَقَّ مِنْ رَبِّهِمْ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ لِلنَّاسِ
أَمْثَالَهُمْ
2. dan orang-orang mukmin dan
beramal soleh serta beriman kepada apa yang diturunkan
kepada Muhammad dan Itulah yang haq dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan
kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki Keadaan mereka.
3. yang
demikian adalah karena Sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang bathil dan
Sesungguhnya orang-orang mukmin mengikuti
yang haq dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia
perbandingan-perbandingan bagi mereka.(QS ; 047. Muhammad ayat 2 – 3 )
Berdasarkan hadits-hadits shahih dari Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, maka ada beberapa amalan yang pahalanya bisa
terus mengalir bagi seseorang meskipun ia telah meninggal dunia. Diantaranya
adalah:
A.
AMALAN DARI PERBUATANNYA SENDIRI SEBELUM MENINGGAL
1. Shadaqah jariyah:
Shadaqah
jariyah adalah suatu ketaatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengharapkan
ridha Allah Ta’ala, agar orang-orang umum bisa memanfaatkan harta yang
disedakahkannya tersebut sehingga pahalanya mengalir baginya sepanjang barang
tersebut masih ada. Dan ayat ini menyatakan pahalanya untuk diri sendiri :
surat al baqarah ayat 272
لَيْسَ
عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ
خَيْرٍ فَلأنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ وَمَا
تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لا تُظْلَمُونَ
272. bukanlah kewajibanmu
menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi
petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan
janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah.
dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi
pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).
Para ulama telah menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf
untuk kebaikan. Seperti mewakafkan tanah, masjid, madrasah, rumah hunian, kebun
kurma, mushaf Al-Qur’an, kitab yang berguna, dan lain sebagainya. Disini
merupakan dalil disyariatkannya mewakafkan barang yang bermanfaat dan perintah
untuk melakukannya, bahkan itu termasuk amalan yang paling mulia yang bisa
dilakukan seseorang untuk kemuliaan dirinya di akhirat. Yang pertama ini bisa
dilakukan oleh para ulama maupun orang awam.
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
إِذَا
مَاتَ إِبْنُ آدَمَ إِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ,
أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِه, أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala
amalannya, kecuali dari tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat
atau anak shaleh yang mendo’akan keduannya.” [HR. Muslim, HR. Muslim (5/73),
Imam Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad hal.8, Abu Daud (2/15), an-Nasa’i
(2/129), ath-Thahawi di dalam Al-Musykil (1/85), al-Baihaqi (6/278), dan Ahmad
(2/372). Lihat Ahkamul Jana-iz Wa Bida’uha oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani hal.224].
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga bersabda:
مَنْ
بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Barangsiapa
yang membangun masjid untuk mencari wajah Allah, niscaya Allah membangunkan
untuknya sebuah rumah di dalam surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
2.
Ilmu yang Bermanfaat:
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
مَنْ
عَلَّمَ عِلْمًا فَلَهُ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهِ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ
الْعَامِلِ
“Barangsiapa
mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya,
tidak mengurangi dari pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun.” (HR. Ibnu
Majah).
Sama
saja apakah dia mengajarkan ilmu tersebut kepada seseorang atau berupa buku
yang orang-orang mempelajarinya setelah kematiannya.
Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam bersabda:
وَإِنَّ
طَالِبَ الْعِلْمِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِى السَّمَاءِ وَالأَرْضِ حَتَّى
الْحِيتَانِ فِى الْمَاءِ (رواه ابن ماجه
“Sesungguhnya
Orang yang menuntut ilmu (syar’i) akan dimintakan ampunan oleh segala sesuatu
yang ada di langit dan bumi, sampai ikan-ikan yang ada di dalam lautan.” (HR.
Ibnu Majah)
Dan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
مَنْ
دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ
يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ
عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ
آثَامِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk (kebajikan), maka
dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal
itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru
kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang
mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR.
Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan selainnya).
Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata: “Hal ini (yakni ilmu yang
bermanfaat) bisa dilakukan dengan cara seseorang mengajarkan ilmu kepada
manusia perkara-perkara agama mereka. Ini khusus bagi para ulama yang
menyebarkan ilmu dengan cara mengajar, mengarang dan menuliskannya. Orang yang
awam juga bisa melakukannya dengan cara ikut serta di dalamnya berupa mencetak
kitab-kitab yang bermanfaat atau membelinya lalu menyebarkannya atau
mewakafkannya. Juga membeli mushaf lalu membagikannya kepada orang-orang yang
membutuhkan atau meletakkannya di masjid-masjid. Hal ini menganjurkan kita
untuk mempelajari ilmu dan mengajarkannya, menyiarkannya dan menyebarluaskan
kitab-kitabnya agar bisa mengambil manfaat sebelum dan sesudah kematian dia.
Manfaat ilmu akan tetap ada selama di permukaan bumi ini masih ada seorang
muslim yang sampai kepadanya ilmu tersebut. Berapa banyak ulama yang meninggal
semenjak ratusan tahun yang lalu tetapi ilmunya masih ada dan dimanfaatkan
melalui kitab-kitab yang telah dikarangnya lalu dipakai dari generasi ke
generasi sesudahnya dengan perantara para muridnya kemudian para pencari ilmu
setelah mereka. Dan setiap kali kaum muslimin menyebutkan nama dia, mereka
selalu mendoakan kebaikan dan mendoakan agar Allah merahmati dia. Ini adalah
fadhilah (keutamaan dan karunia) dari Allah yang diberikan kepada siapa saja
yang dikehendakiNya. Berapa banyak generasi yang diselamatkan Allah dari
kesesatan dengan jasa seorang ulama, maka ulama itu mendapatkan seperti pahala
orang yang mengikutinya sampai hari kiamat”.
3.
Segala amalan sholih yang dilakukan oleh anak yang sholih akan bermanfaat bagi
orang tuanya yang sudah meninggal dunia:
Allah
Ta’ala berfirman,
وَأَنْ
لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى
“Dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.” (QS. An Najm: 39).
Di
antara yang diusahakan oleh manusia adalah anak yang sholih.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
“Sesungguhnya
yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri.
Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” [HR. Abu Daud no. 3528 dan An
Nasa-i no. 4451. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih]
Ini
berarti amalan dari anaknya yang sholih masih tetap bermanfaat bagi orang
tuanya walaupun sudah berada di liang lahat karena anak adalah hasil jerih
payah orang tua yang pantas mereka nikmati.
Namun
sayang, orang tua saat ini melupakan modal yang satu ini. Mereka lebih ingin
anaknya menjadi seorang penyanyi atau musisi –sehingga dari kecil sudah dididik
les macam-macam-, dibanding anaknya menjadi seorang da’i atau orang yang dapat
memberikan manfaat pada umat dalam masalah agama. Sehingga orang tua pun lupa
dan lalai mendidik anaknya untuk mempelajari Iqro’ dan Al Qur’an. Sungguh amat
merugi jika orang tua menyia-nyiakan anaknya padahal anak sholih adalah modal
utama untuk mendapatkan aliran pahala walaupun sudah di liang lahat.
4.
Apabila manusia, hewan atau burung memakan tanaman milik orang yang telah
meninggal dunia:
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
مَا
مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلاَّ كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ
وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ
صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةً وَلاَ يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ
إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ
“Tidaklah
seorang Muslim menanam tanaman, kecuali apa yang dimakan dari tanaman tersebut
merupakan sedekahnya (orang yang menanam). Dan apa yang dicuri dari tanaman
tersebut merupakan sedekahnya. Dan apa yang dimakan oleh binatang buas dari
tanaman tersebut merupakan sedekahnya. Dan apa yang dimakan oleh seekor burung
dari tanaman tersebut merupakan sedekahnya. Dan tidaklah dikurangi atau diambil
oleh seseorang dari tanaman tersebut kecuali merupakan sedekahnya.” (HR.
Muslim).
Imam
Nawawi berkata mengomentari hadits di atas, “Hadits ini menunjukkan keutamaan
menanam dan mengelola tanah, dan bahwa pahala orang yang menanam tanaman itu
mengalir terus selagi yang ditanam atau yang berasal darinya itu masih ada
sampai hari kiamat.”
Hal
ini berbeda dengan shodaqoh jariyah, karena tanaman itu tidak dimaksudkan
(diniatkan) sebagai shodaqoh jariyah, akan tetapi hasil yang dimakan dari
tanaman ter-sebut menjadi shodaqoh jariyah tanpa keinginan dari pemiliknya atau
ahli warisnya.
5.
Bersiaga di jalan Allah:
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
رِبَاطُ
يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ وَإِنْ مَاتَ جَرَى
عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِى كَانَ يَعْمَلُهُ وَأُجْرِىَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ
وَأَمِنَ الْفَتَّانَ
“Bersiaga
di jalan Allah (menjaga jika musuh menyerang) sehari semalam lebih baik dari
pada puasa dan mendirikan shalat satu bulan, dan apabila (orang yang bersiaga
tersebut) meninggal dunia maka amalan yang sedang dia kerjakan tersebut
(pahalanya terus) mengalir kepadanya, rezekinya terus disampaikan kepadanya dan
dia terjaga dari ujian (kubur).” (HR. Muslim).
6.
Menggali kubur untuk mengubur seorang Muslim:
Dari
Abu Rafi’ Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam bersabda, yang artinya: “Barangsiapa yang memandikan jenazah dan ia
menyembunyikan cacat jenazah tersebut, niscaya dosanya diampuni sebanyak 40
dosa. Dan barangsiapa yang mengafani jenazah, niscaya Allah akan memakaikan
kepadanya kain sutera yang halus dan tebal dari surga. Dan barang siapa yang
menggali kuburan untuk jenazah dan dia memasukkannya ke dalam kuburan tersebut,
maka dia akan diberi pahala seperti pahala membuatkan rumah, yang jenazah itu
dia tempatkan (di dalamnya) sampai hari kiamat.” (HR. Al Baihaqi dan Al Hakim.
Al Hakim berkata, “Hadits ini sesuai syarat Imam Muslim”, dan Imam Adz-Dzahabi
menyetujuinya).